Review Film Critical Eleven


Gue gak pernah sengaja liat teaser film ini. Jadi, sejak awal. Gue sama sekali nggak berminat untuk menontonnya. Baca novelnya aja gue rasa udah lebih dari cukup. Tapi, ternyata takdir berkata lain. Gue yang antara mau, nggak mau. Akhirnya nonton juga.
Sepuluh hari setelah tayang. Gue dan kakak baru sempat nonton. Berbekal penilaian dari novel penulis yang emang laris manis banget itu. Kita memutuskan untuk nonton filmnya.
Dan, ralat semua perasaan malas gue sebelum menonton film bagus ini. Gue rasa, kalau harus membandingkan antara novel dan filmnya. Gue lebih suka filmnya, bukan karena Reza rahardian aja yang main. Tapi lebih karena filmnya emang bikin semua cerita jadi lebih sederhana.
Gue sendiri pas baca novelnya menggunakan visual Nino sang aktor berparas bule untuk tokoh Ale. Eh, taunya dia malah jadi cast keluarga doang. Dan untuk ceweknya, Marsha timoti. Tapi nyatanya bukan.
But, guys. Kalian tahu apa? Pas di filmnya, ternyata Reza dan Adinia begitu cocok memerankan kedua tokoh Ale dan Anya lebih dari visual pilihan gue selama baca novel. Rasanya sedikit nggak percaya bahwa aktor yang mukanya sedang tayang di layar lebar itu adalah Reza yang selama ini malang melintang di dunia perfilman.
Gue baru menyadari betapa gantengnya Reza di film ini. Berbeda dengan karakternya di film yang pernah dia bintangi. Disini, dia seratus persen keren dan karismatik. Sampai, gue yang bukan anya pun ikutan terpesona akan karismanya.
Reza Rahardian

Untuk Pemeran cewek utamanya. Bagus, gue bahkan lebih suka sama akting si cewek dari pada mas Reza. Gue baru pertama kali sih, lihat akting aktris cewek sebagus dia. Kesannya natural banget aktingnya tuh, dia berhasil mendalami karakter Tanya Baskoro. Dan kelebihan lainnya, berhubung dia cantik. Jadi saat adegan nangis termehek-mehek pun dia tetap enak di pandang. (Secara, model gitu ya.)
1. Cerita. Untuk cerita, karena film ini di angkat berdasarkan novel best seller yang pernah setengah gue baca. Jadinya, film ini hanya berperan memvisualkan cerita di novelnya saja. Walaupun ada beberapa adegan yang berakhir memberi kesan membosankan, meski ada juga adegan yang membuat nangis lebih dari narasi dalam novelnya. Juga, tak lupa. Sama dengan novelnya yang bergenre dewasa, si filmnya ini pun turut memasukan adegan intim antara Anya dan mas Ale. Gue sih, walaupun udah biasa nonton adegan Kissing di drama. Tetap aja kaget pas lihat adegan romantis itu di peragakan oleh aktor indonesia yang notabenenya selalu menolak adegan semacam itu.
2. Alur. Beda sama novelnya, mungkin karena pengaruh gaya bahasa penulis. Gue rasa saat di filmkan. Rasanya jadi sangat lama, setiap adegan memakan waktu lama. Gue pun sempat mengeluh sama lama durasi adegan sedih, ngobrol, apalagi adegan pacarannya.
3. Tokoh. Gue sebenarnya enggak terlalu suka sama karakter kedua tokoh utama dalam cerita. Meski sama-sama sukses, tapi mereka nggak bisa mengambil hati pembaca atau penonton.
4. Setting. Kelebihan film ini, jika bukan karena Reza yang main. Atau kalau tidak syuting di New York. Gue rasa akan berakhir sangat membosankan. Untung saja, bagian saat di luar negeri itu bagus banget. Dialog yang banyak menggunakan bahasa inggris dan adegan romantis saat di luar negeri, juga pengambilan gambar yang oke membuat gue serasa tidak sedang menonton film indonesia.
5. Intinya. Karena gue belibet baca novelnya. Gue lebih suka sama filmnya. 4/ 5 Bintang.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film The Villagers (2019) ; Misteri Skandal Besar di Kota Kecil

Review Film METAMORPHOSIS (2019) ; Tipu Muslihat Lelembut Khas Korea