Spoiler Free Review : Room (2015) ; Kompleks Dengan Segala Keunikannya
Sutradara : Lenny Abrahamson
Penulis Naskah : Emma
Donoghue
Distributor : Elevation
Pictures
Durasi : 118
Sinematografi :
Danny Cohen
Pemeran :
Brie Larson Sebagai Joy Ma Newsome
Jacob Tremblay Sebagai Jack Newsome
Sinopsis Singkat :
Film ini bakal nyeritain tentang seorang wanita korban
penculikan, yang selama tujuh tahun terakhir disembunyikan digudang (
Room) belakang rumah sang penculik.
Selama itu Joy Newsome tinggal bersama sang penculik dalam keheningan, pengap,
kelam, gelap, dan hanya ada kehidupan sederhana yang bisa ia cecap. Joy tak
bisa mencoba melarikan diri karena hanya si penculiklah yang mengetahui sandi
pintu tersebut.
Di tahun kedua, Joy punya anak. Kehidupannya menjadi
sedikit lebih berwarna. Ia kemudian bertahan hidup bersama dengan anak
lelakinya. Hingga sang anak menginjak tahun ke-limanya hidup. Joy kemudian
mulai menyusun rencana untuk melarikan diri.
Maka suatu hari mereka berlakon bahwa Jack- nama anak
lelaki itu- tengah sakit panas dan harus segera dibawa ke rumah sakit. Rencana
pertama mereka ini gagal. Lalu mereka bergegas mencoba rencana kedua. Jack
pura-pura meninggal, hingga sang penculik percaya dan berniat menguburnya
disuatu tempat.
Jack yang sudah diajari bagaimana caranya melarikan diri
dari sang penculik pun memulai aksinya. Saat mobil melaju perlahan, ia loncat
dari mobil. Namun sebelumnya ia sempat tertegun begitu pertama kali melihat
‘dunia’ yang selama ini hanya bisa ia saksikan lewat televisi butut. Segala hal
yang ia percayai sebagai sebuah gambar belaka sontak membuatnya terkesima.
Singkat cerita, Jack berhasil melarikan diri. Anak lelaki
itu ditemukan oleh kepolisian setempat yang langsung mengintograsinya. Meski
tak paham, Jack berusaha memberikan informasi paling detail pada polisi. Dan,
tuhanpun mengabulkan doa-doa Joy selama tujuh tahun terakhir. Mereka akhirnya berhasil ditemukan oleh
kepolisian. Meski sang penculik melarikan diri.
Review.
Gue tidak menampik bahwa rasanya cukup
menyesal karena baru menemukan film sebagus ini. Keterlambatan gue menontonnya
ternyata lumayan bikin kesal. Film ini sungguh hangat, menyentuh, sekaligus
mencekam dan menegangkan. Serta yang terpenting, tentu saja memberikan
pengalaman menonton yang unik.
Awal durasi memang cukup membingungkan, apakah si ibu
adalah seorang asosial yang baru melahirkan dan tak ingin identitas anaknya
tercium publik. Atau bahkan gue sempat berpikir bahwa jack adalah adik yang
ditinggalkan bersamanya sementara kedua orang tua miskin mereka sedang
berkerja. Berhubung sikap Joy kepada Jack terlalu ketus untuk ukuran seorang
Ibu (Pada awal cerita) .
Barulah, pada paruh kedua cerita mulai mengupas misteri
dibalik kehidupan mereka berdua yang mengenaskan. Hidup hanya disebuah ruangan
sempit dengan fasilitas seadanya memang bisa bikin siapapun bergidik ngeri.
Room ini menurut gue sangat inovatif, menghadirkan sisi
lain dari bagaimana caranya korban penculikan bisa melarikan diri setelah tujuh tahun
terkurung ditempat antah berantah. Bayangkan, tujuh tahun bukan waktu yang
singkat. Selama itu si tokoh harus menantikan kesempatan kaburnya.
Kenapa
lantas gue berikan label inovatif?
Karena setahu gue, kasus penculikan akan lebih seru jika
diselesaikan saat itu juga. Sebelum korban mengalami kemungkinan terburuk akibat
ulah si penculik. Namun Room tidak begitu. Ia dengan sabar menampilkan sisi
emosinal seorang anak kecil (Hasil dari kemungkinan terburuk) yang memandang dunia dengan begitu polos. Room
mau tampil beda dan berusaha memberikan pengalaman lebih menyenangkan kepada
penontonnya.
Cr : Google |
Kita akan dibawa pada bagian dimana Joy dengan segenap
kesabarannya meyakinkan Jack tentang betapa luasnya dunia ini. Dunia yang
selama hidupnya hanya bisa digambarkan lewat sebuah televisi. Pada bagian ini,
gue cukup terhenyak menyaksikan Jack yang terus memungkiri kisah kelam yang menimpa
sang ibu.
“ Ceritamu sangat membosankan, aku tak mau
mendengarkannya.” Jack berseru tak suka, protes ia layangkan setiap kali sang
ibu berkata bahwa Old Nick ( Si penculik) telah menjebak dan kemudian
menculiknya.
Tak sampai disitu saja, gue merasa cukup terenyuh saat
Joy yang penuh amarah dan depresif berjuang mengajarkan Jack rencana melarikan
diri mereka. Berulang kali Joy nampak emosional. Namun berulang kali juga ia
luluh dan memilih menyerah saat jack berkata “ I hate you, mom !”
Meninggalkan paruh pertama, cerita bergulir kian
dramatis. Untuk pertama kali, Jack melihat dunia luar. Langit biru, awan putih
berarak, rumput, daun maple, anjing yang selama ini ia anggap tak nyata, serta oksigen segar yang ia hirup. Damn
! gue nggak pernah menyangka adegan sesederhana itu akan sedemikian mengusik
batin.
Berkat usaha Jack, polisi berhasil menemukan keberadaan
Joy. Dan kurang jelas sih sebenarnya apakah si pelaku penculikan tertangkap
atau berhasil lolos. Dari sana mereka akhirnya sukses diselamatkan, dirawat,
dan bertemu dengan kedua orang tua Joy.
Sampai sana, gue merasa kurang greget. Kok semudah itu
ya? Pikir gue heran, sama sekali gak ada tegang-tegangnya lagi. Eh, ternyata
gue keliru. Alasan mengapa gue suka banget sama Room tak lain karena ia selalu
berhasil mempermainkan emosi gue sebagai penontonnya.
Konflik utama dari kasus penculikn Joy bukan tentang ‘
Bagaimana cara menangkap pelaku?’ ‘Berapa lama pelaku harus dihukum?’ dan hal
lainnya yang menjurus kesana. Tetapi, setelah selamat dan berhasil meloloskan
diri. Joy merasa tetap tak bahagia karena suatu alasan. Maka disana dapat
disimpulkan bahwa gelaja depresi Joy semakin meningkat berkat tekanan yang
berasal dari asumsi publik.
Joy masih merasa tak adil sebab kehidupan remajanya yang
seru di ambil begitu saja oleh si Nick, lalu ia juga ngerasa bahwa selepas
meloloskan diri ternyata Jack masih belum bisa melepaskan diri dari hal-hal
yang bersifat virtual sebagaimana ia nikmati selama ini.
Cr : Google |
Disini gue mulai berkaca-kaca menyaksikan emosi Joy yang
meluap-luap, tentu semua orang paham bahwa ia tak bisa sepenuhnya melepaskan
diri dari perasaan trauma. Hanya saja mereka tak memahami keegoisan Joy yang
terus emosional sementara bercerita saja dirinya nggak mau. Sederhananya sih, “
TERUS AING KUDU KUMAHA, HAH? NGOMONG ATUH NGOMONG.” Begitu pikir orang-orang di
dekat Joy. Sejatinya, kita sebagai manusia biasa nggak bakalan tahu perasaan
orang lain jika ia sendiri tak menyampaikannya.
Sebagai klimaks, tekanan paling dahsyat yang menerpa psikis
Joy berasal dari Ayahnya sendiri. Orang tua Joy bercerai, dan ibunya menikah
lagi dengan Leo. Sementara Ayah kandung Joy enggan menyapa Jack yang
bagaimanapun tetaplah anak dari si penculik, Leo justru hadir sebagai tokoh
penetral pertikaian antara anak cewek dan ayahnya itu. Dengan ramah Leo mau ikut
mengurus Jack layaknya cucu sendiri. Pada bagian inilah mengapa film ini terasa
begitu hangat dan melumerkan perasaan.
Ohya, sebagai ending. Room mengakhiri kisahnya dengan
sangat dramatis. Ada momentum dimana Joy menyerah dan melakukan akhirnya percobaan bunuh
diri. Gue memang cukup menyayangkan, kenapa ia lebih lemah ketimbang saat masih
berada dalam ruang sekap-an? Kalau gitu caranya, kenapa nggak dari dulu aja
bunuh dirinya? Kenapa sih mbak Joy?!
Namun, gue buru-buru meralat kekecewaan
itu. Gue tidak pernah tahu seperapa kelam pikiran dan perasaan orang-orang yang
sedang dilanda depresi. Tentu hanya mereka yang tahu, dan akan selamanya
begitu.
“ Jack, aku minta maaf. Dan terimakasih sudah menyelamatkan
hidupku untuk kedua kalinya.” Joy menatap Jack sendu, sehabis pulang perawatan
intensif.
“ Baiklah. Tapi jangan lakukan lagi.”
Percakapan menjelang berakhirnya durasi memang bikin
hidung kembang kempis. Apalagi Jack merasa tak keberatan dengan kalimat ibunya
yang “ Aku bukan ibu yang baik, Jack.” Dan anak itu membalas “ Tapi kau tetap
ibuku, kan?”.
Yeah,
kerja bagus dek!.
Cr : Google |
Berkat
itu juga, Joy mau mengalahkan traumanya. Mengesampingkan ego demi Jack. Epilog
dari Room sungguh memuaskan, berakhir amat dewasa dan bijaksana. Meskipun ragu,
nyatanya Joy bersedia melapangkan hatinya ikut menyambangi ruang ( Room) tempat
dirinya bersama Jack disekap untuk terakhir .
Hal lain
yang bikin Room makin enak dinikmati adalah Sinematografinya. Ada beberapa
scene yang menarik karena ditampilkan seperti sudut pandang ( Pandangan lensa
mata) Jack. Misalnya saat di rumah sakit dan di mobil ketika ia hendak
melarikan diri. Terlebih narasi Jack yang unyu dan ngena banget itu berhasil
menambah kesan sinematik pada film.
Cr : Google |
Jadi,
dengan menyimak penampilan power up aktris Brie Larson. Maka tak heran bila
akhirnya film ini berhasil mengantarkan namanya untuk memenangkan piala oscar
(2016) sebagai aktris terbaik. Dan gue rasa, Jacob Tremblay kedepannya akan semakin bersinar.
4 / 5 Bintang.
Komentar
Posting Komentar