MENTORING KOK BEGITU SIH, PAK KIAYI?

 


Sebenarnya tidak akan menjadi masalah, jika ada orang yang menikah sebanyak empat kali, memutuskan untuk berpoligami atas dasar menjalankan syariat agama. Bahkan kalaupun dia sampai berdalih untuk meneladani sunah Rasulullah, dan punya anak sebanyak yang dirinya mau, itu hak dia sebagai individu.

Namun yang menjadi sorotan disini, banyak sekali pernyataan dari mentor poligami ini yang kemudian menuai kritikan dari berbagai kalangan. Oke, mari kita mulai dari bagaimana awal mula topik poligami -yang sebenarnya sudah lumayan klasik menjadi pembahasan sejak lama ini- kembali merebak dan hangat diperbincangkan?  Awalnya, tim Narasi Tv menelusuri fakta tentang seorang pria bergelar kiayi, yang sehari-hari membuka pelatihan bagi para suami yang ingin berpoligami.

Dipimpin oleh seorang reporter perempuan, episode ini akan  meliputi sebuah bisnis seminar bertemakan poligami. Dengan rumusan masalah yang merujuk pada, bagaimana  seminar tersebut bisa mendapatkan pasar lumayan besar di kalangan masyarakat?

              Jawaban kiayi tersebut cukup menohok nalar, ‘Libido mereka tinggi, mau zina takut, tapi mau poligami nggak punya ilmunya” ungkapnya.

              Nah, latar belakang masalah yang sederhana bukan? Hanya sebatas pengin melakukan hubungan seksual dengan perempuan berbeda, mau bungkus kan dosa, yaudah beli lagi aja biar halal dan bathin riang gembira.

              Sang mentor sendiri menikah dengan empat perempuan berbeda, punya dua puluh anak dari keempatnya. Yang membuat saya sangat merinding, ada satu istrinya yang masih berusia 19 tahun. Istri keempat. Ia bahkan mengaku, bahwa dia sudah menganggap kiayi tersebut seperti ayahnya sendiri. Mari kita bayangkan betapa mengerikannya situasi dimana, seorang gadis berusia enam belas tahun pada saat itu, harus menikahi lelaki yang saya yakin sih malah lebih tua dari ayah kandungnya sendiri. Mirisnya, ayah gadis itu mendukung, bahkan cenderung menekan untuk mengikuti kata hati sesat tersebut. Sebenarnya, dari segi agama. Ya gadis itu sudah baligh, selama dia berakal sehat. Pernikahan boleh dilaksanakan.

Tapi mari kita bayangkan lagi, betapa gadis itu dilemma. Kehilangan banyak kesempatan untuk hidup selayaknya remaja seusianya. Berlayar mengarungi kehidupan pernikahan, dengan seorang lelaki berpikiran kolot dan dangkal. Memandang seorang perempuan sebagai sebuah objek. Menanggalkan ilmunya, berusaha membenarkan kaidah-kaidah yang padahal bukan begitu cara kerjanya.

Kalau harus membandingkan dengan apa yang Rasulullah S.a.w lakukan, jelas mentor blunder ini jauh dari syariat seharusnya. Dahulu kala, Rasul menikahi para janda yang mulia, berniat memang untuk menjadi pemimpin atas kehidupan mereka. Rasul juga bertanggung jawab terhadap kehidupan mereka, meski cintasejati beliau tetaplah istri pertama. Rasul menikah lagi bukan karena Hasratnya sebagai lelaki, lebih kepada sebagai cara memuliakan dan melindungi istri selanjutnya.

              Yang saya sukai dari tayangan narasi episode mengejutkan ini adalah, bagaimana sang reporter bernarasi dan seolah menjadi representasi para pemirsa di rumah. Dengan cara dia bertanya, sedikit sarkas, malah menurut saya sebenarnya in ilebih kepada tuntutan konfirmasi sih dibanding berusaha mencari jawaban.

 Saya suka itu, meski kemudian, tetap saja jawaban mentor poligami tersebut sangat aneh dan cukup menyebalkan. Ketika tulisan saya diposting, videonya sendiri masih menduduki tranding satu di Youtube. Telah ditonton lebih dari satu juta kali. Menuai banyak komentar kontra, termasuk dari para public figure yang aktif bersuara mengenai isu perempuan. Pendapat yang berlawanan, lahir dari pernyataan kiayi, seperti misalnya ketika reporter melayangkan pertanyaan “Nahloh, memang pak kiayi nggak izin dulu sama istri sebelumnya?”

              “Enggak, kenapa harus izin? Memangnya istri saya kepala dinas?” Balasnya, sembari memperlihatkan senyuman paling jemawa dan tidak tahu malu sebagai seorang pemuka agama.

              Saya nggak ngerti, bahkan untuk amalan sekelas memuliakan hati istri saja, dia nggak bisa mengamalkan hal tersebut. Bagaimana mungkin seseorang dengan ilmu agama yang kuat, bisa berbicara demikian untuk istrinya sendiri? Yang barangkali setiap hari sibuk mengurusi ke-20 anaknya?!

              Saya sebenarnya takut kalau harus sampai ngata-ngatain kiayi, tapi serius, saya jengkel. Sok jadi mentor poligami, sendirinya aja belum bisa memaknai kemuliaan dan kesucian pernikahan?

             

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film The Vanished (2018) ; Kisah balas dendam terniat

Review Film The Villagers (2019) ; Misteri Skandal Besar di Kota Kecil