Sendiri Menggila






              Orang bilang, manusia itu adalah makhluk sosial. Yang jika tidak bersosial, maka akan menimbulkan keanehan. Manusia lain mungkin akan menganggapnya sombong, kesan paling sederhana. Yang lebih parahnya, boleh jadi manusia lain mulai menganggapnya sosiopat.

            Padahal bukan itu. Dalam kasusku pribadi, aku hanya tidak tahu bagaimana caranya bersosialisasi. Aku selalu gemetar tanpa sebab kalau bertemu orang lain. Baru berpapasan saja, sudah kikuk. Apalagi harus bercengkerama segala. Aduhai, nyerah deh.

            

        Aku suka menyendiri. Namun dibeberapa kesempatan. Diriku juga ingin hidup sebagai makhluk sosial. Punya teman berbagi cerita dunia. Punya teman bepergian ke luar Nagreg. Ah,  aku rindu masa-masa produktif. Tidak kuuleun begini, ya Tuhan.

            Imbas dari kemalasan – ketidakberanian- yang tak berkesudahan ini. Aku mulai merasa sangat pecundang ketika dua puluh dua tahun kemudian. Diriku belum juga ikut berkontribusi untuk masyarakat kampung.

            Bahkan bagi hal sederhana sekalipun. Aku luput dari semua itu. Entahlah, ini antara memang aku tak diberikan izin atau barangkali sudah begini saja adanya. Tanpa alasan.

            Lebih mengerucut lagi. Kini aku terkungkung kesendirian yang hakiki. Sendirian dalam arti sesungguhnya.

            Rumah Bapak besar bukan main. Kalau kebelet pipis, terkadang tak tertahankan dan berakhir konyol. Bukan sombong, rumah bapak memang tipikal gedong zaman Walanda dulu. Jadi wajar bila wujudnya seperti Istana FTV Indosiar.

            Bapak pergi sudah dua pekan terakhir. Meninggalkanku sendiri demi kehidupan – yang katanya- lebih baik itu. Lalu aku ditinggalkan seorang diri. Di rumah yang sejak tiga tahun lalu agak creepy.

            Aku yakin rumah ini berhantu. Tapi yasudahlah, mari hidup masing-masing saja, yakan? Huhuhhuhhu

            Tapi yang menyeramkan sebenarnya adalah kesendirian.

            Pernah tidak sih, diantara kamu merasa sangat tersiksa dengan rasa sepi? Setiap hari terasa hampa dan kosong. Dan itulah yang kini kurasakan.

            Bahkan tanpa kusadari. Aku mulai bergumam sendiri. Berbicara dengan diriku sendiri. Lantas mulai beralih ke benda-benda sekitarku.

            “ Hey, lampu. Terimakasih ya kamu sudah mau menerangi malamku.” Aku menatap lampu yang menyilaukan lensaku.

            “ Hey gelas, apa kamu tidak bosan terus-terusan kupakai untuk menyeduh kopi?”

            “ Hey, laptop. Apa kamu capek selalu kugunakan setiap waktu?”

            “Hey, ponsel. Kadang aku muak berteman denganmu.”

            “ Musik lagi, terimakasih sudah menemaniku.”

            “ Drama korea.”

            “ Film.”

            Persetan. Ini gila !

            Aku tak pernah sebosan ini dalam hidupku. Ya Tuhan, aku butuh teman hidup. Seseorang yang bisa kuajak berbicara. Makan satu meja. Menonton tayangan televisi yang sama. Memasak bersama.

            Kakakku. Siapapun. Kumohon kembalikan mereka semua.

Komentar

  1. Mari peluk online 🤗
    I feel you
    It's hurts
    Tapi lebih sakit lg sosialisasi terus dikacangin
    Test kapok
    Maaf aku orgnya gitu
    Kalo gk bisa yaudah
    Gk banyak usaha
    Kadang kesel sendiri
    Kapan jdi kek yg lain
    Bisa ngobrol ngalur ngidul sama siapa aja
    But me?
    Ama bapak sendiri aja kaku ya ampun
    Mau nyapu rmh trs liat bpk lg nonton tv gk jdi
    Padahal ya tinggal sapu aja trs minta bpk geser dikit
    Apalagi minta duit
    Ampun
    Selalu melalui perantara emak
    Kapan bisa kyk org2 yg humble ke siapa aja🥺

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film The Villagers (2019) ; Misteri Skandal Besar di Kota Kecil

Review Drama Empress Ki