Review Film Planet Of The Apes Trilogy; Sajian Dramatis Menggugah Nurani
Apa yang akan terjadi bila
manusia semakin pintar?. Saat manusia semakin cerdas, tentu
tidak akan ada batasan lagi untuk teknologi paling mutakhir, dan kata
mustahilpun dapat semakin terkikis oleh bukti penemuan-penemuan mengesankan
para ilmuan dan para pencipta di masa depan.
Meskipun baru terkias lewat visualisasi dalam film, tidak
menuntut kemungkinan bahwa segala hal yang tadinya tidak mungkin perlahan tapi
pasti akan lekas menjadi sebuah kenyataan.
Atau bisa
jadi hanya butuh waktu sepuluh tahun lagi saat sekawanan kera akhirnya dapat
berkomuniakasi layaknya manusia. Meskipun pada akhirnya menimbulkan konflik
antar manusia dan kera yang semuanya bermula karena ide manusia itu sendiri. Tetap
tidak ada salahnya untuk dicoba, dengan begitu akan menambah paragraf menarik dalam
buku-buku sejarah yang akan di tulis sebagai kenangan untuk masa depan.
Berbicara tentang ketidakmungkinan yang berhasil
tervisualkan lewat sebuah film. Kisah yang di angkat oleh Planet of the apes
Trilogy ini tentu sangat sayang untuk dilupakan begitu saja. Maka dalam
judul ulusan kali ini, gue ingin mengulas tiga filmnya sekaligus.
Trilogy yang di gadang-gadang menjadi fiksi sains terbaik
ini akan di mulai dengan kisah tentang bagaimana awal mulanya sekawanan kera
dan sekelompok manusia bisa terlibat dalam permusuhan hingga menyebabkan
peperangan jangka panjang.
1. Rise of the planet of the apes (2011)
Sutradara
: Rupert Wyatt
Penulis
: Rick Jaffa dan Amanda Silver
Sinematografi
: Andrew Lesnie
Distributor
: 20th Century Fox
Durasi
: 105 menit
Sinopsis
singkat.
Pada
film pertamanya, kisah bermula ketika seorang pria bernama Will Rodman yang merupakan salah satu ahli di
bidang sains harus menciptakan obat Alzheimer, suatu hari harus terlibat
dalam kekacauan.
sebagai
bahan percobaan, di laboratorium tidak
hanya terdapat orang-orang
berkepentingan yang bekerja di dalam laboratorium tersebut. Melainkan ada pula
berbagai jenis primata yang sengaja di pelihara sebagai objek percobaan apakah
obat yang diciptakan sudah berhasil atau masih harus dikembangkan lagi.
Nah,
ketika kekacauan tersebut terjadi. Asisten Wiil terjangkit sebuah virus bernama
simian flu hingga menyebabkan kematiannya. Dan seekor bayi simpanse ( anak dari
seekor simpanse betina yang selama ini menjadi korban percobaan) pun akhirnya
menjadi tanggung jawab will.
Singkat
cerita, bayi simpanse yang diberi nama Caecar itu tumbuh menjadi
peliharaan yang pintar sekaligus ratusan
kali lipat lebih menyenangkan dari jenis peliharaan standar lainnya.
Ketika
hari demi hari kian berlalu, Will pada akhirnya menyadari bahwa sebuah anomali terjadi pada Ayahnya - yang adalah seorang
pengidap Alzheirmer- mulai memamerkan kondisi yang semakin membaik pasca
pemberian sampel obat ciptaan will untuk pertama kalinya.
Tak
sampai disana, percobaan yang selama ini dilakukan oleh team lain juga
menunjukan hasil yang tak kalah mengesankan. Dimana Caeser yang merupakan
keturunan langsung dari betina korban percobaan semakin hari justru kian menunjukan perkembangan
hebat tentang kemampuan berpikirnya yang setara dengan anak manusia berumur
sepuluh tahun. Dengan kata lain, caesar tumbuh menjadi seekor simpanse yang
cerdas. Hal itu menimbulkan pemahaman bahwa baik simian flu maupun lahirnya
spesies kera cerdas rasanya sama-sama akan berdampak buruk dan membahayakan ras
manusia.
Hingga
kemudian terbuktilah ketika kepintaran berlebih
yang dimiliki oleh Caesar membawa rasa penasaran tentang dunia luar yang
hanya bisa ia lihat lewat kisi-kisi jendela menjadi lebih besar. Simpanse
itupun melarikan diri dari rumah, menggali banyak hal baru yang selama ini
mengusik rasa penasarannya. Terjadi keributan kecil dengan para tetangga,
keributan yang ternyata harus membuat caesar dikarantina bersama ratusan
primata lain di sebuah pusat karantina.
Tempat
isolasi para primata itu sebenarnya lebih buruk dari sekadar tempat penyiksaan
hewan. Karena toh faktanya Caesar mulai mempelajari kehidupan asing yang
berubah menjadi seratus kali lebih kejam dari kehidupan lamanya saat masih
bersama will.
Caesar
mulai merasa semakin berbeda dengan kawanan satu spesies-nya. Tidak seperi
Caesar, mereka tidak punya cara untuk melawan para manusia yang selama ini
menyiksa.
Dari
sanalah aksi pemberontakan para kera terhadap kejahatan dan penjajahan manusia
atas merekapun mulai bergejolak. Caesar beserta ratusan kera yang terpenjara
melarikan diri ke pusat-pusat kota hingga mengakibatkan kerusuhan. Kekuatan
alami seekor primata melawan kekuatan manusia yang berasal dari seperangkat
senjata menghasilkan menimbulkan kekacuan yang tidak terelakan.
REVIEW.
Untuk film pertama, gue sudah mulai
tenggelam dalam perasaan yang bercampur aduk. Di awal durasi, disajikan
bagaimana caesar tumbuh dengan seorang pria yang memberikan kehidupan besarta
perasaan emosional khas manusia yang pada akhirnya ikut tumbuh lebat dalam hati
dan pikiran caesar. Jujur, gue nggak tahu harus bilang apa karena ceritanya
sudah keren sejak awal. Tidak senaif film-film sains fiksi lainnya yang justru
merentangkan imajinasi terlalu jauh sementara masih ada hal-hal sederhana
sebagus imajinasi dalam film ini yang jauh lebih bagus dan menarik hati untuk
disimak.
Yang membuat gue kagum selanjutnya adalah bagaimana
mereka membuat sebuah karakter fiksi menjadi sangat nyata. Dari awal, jelas
sekali bahwa tokoh Caesar ini lebih menarik ketimbang tokoh lain yang di
paparkan dalam film. Gue merasa bahwa caesar memang beneran pernah hidup dimuka
bumi.
Sinematografi yang disajikan meskipun standar namun tetap
mampu memberikan pengalaman menonton film yang sangat menyenangkan. Gue
berhasil dibuat terkagum-kagum oleh detail dan rapihnya editing baik saat
dialog sederhana antara Caesar dan tokoh lain maupun ketika sekawanan kera
mulai melarikan diri dan akhirnya terjadi pertempuran. Luar biasa. Musik dan
efek suara juga menjadi nilai tambahan, serba secukupnya. Dan terkadang dalam
sebuah adegan, iringan musik itu gue rasa justru memberikan nuansa dramatis
yang lebih ngena.
3,5 / 5 Bintang.
2. Dawn Of The Planet Of The Apes (2014)
Sutradara : Matt Reeves
Penulis : Mark Bomback, Rich
Jaffa, Amanda Silver, Pieere Boulle.
Sinematografi : Michael
Siresin
Distributor : 20th Fox
Netherland ( Dan kawan-kawan)
Durasi : 130 Menit
Sinopsis Singkat.
Melanjutkan film pertamanya. Sepuluh tahun kemudian,
hanya tersisa beberapa ratus ribu manusia saja yang berhasil selamat dari virus
simian flu. Sementara itu, kawanan kera sudah melarikan diri jauh sekali dari
pusat kota selepas pertarungan perdana di film pertama dulu. Para kera mulai
mendirikan kerajaan mereka sendiri yang kokoh berdiri di dasar hutan san
fransisco.
Sebenarnya, tujuan utama para kera mendirikan tempat
tinggal jauh dari pusat kota adalah tak lain karena mereka tidak ingin kembali
terlibat dalam pertikaian dengan koloni manusia. Sebisa mungkin tidak boleh ada
konflik yang kembali memanas di antara kedua kubu tersebut.
Sayangnya, suatu sore di bawah derai hujan yang lebat.
Seorang pria yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup koloni manusia
secara kebetulan berpapasan dengan para kera. Pria yang tadinya hanya ingin
memeriksa bendungan pembangkit listrik yang terletak di daerah tempat tinggal
para kera pun mau tidak mau di introgasi oleh para pengikut Caesar.
Perjanjianpun disepakati. Pria yang berperan sebagai
perwakilan dari koloni manusia dilarang menyentuh apapun yang berhubungan
dengan kehidupan para kera. Maka dengan demikian para kera juga tidak akan
mengusik ketenangan koloni manusia. Hingga, tak lama kemudian salah satu dari
anggota team yang di utus bersama sang pria secara tidak sengaja menembak salah
satu pengikut caesar. Hal itu rupanya menjadi kesempatan emas bagi seekor kera
bernama Koba untuk semakin memperkeruh kondisi di antara kedua kubu demi
membalaskan dendam saat dirinya sering di siksa oleh manusia dulu.
REVIEW.
Jujur, penilaian gue pada hal-hal teknis untuk film ini
masih sama dengan film sebelumnya. Meskipun sebenarnya untuk scoring music gue
rasa semakin ada peningkatan yang signifikan. Bagimana sebuah efek suara mampu
membangkitkan suasana menjadi lebih nyata.
Sinematografi juga masih berada di tahap yang sama.
Dimana tidak ada sesuatu yang istimewa. Namun, untuk Efek visualnya sendiri
semakin mulus dan benar-benar tampak nyata.
Di banding film pertama, cerita di bagian kedua trilogy
ini gue rasa berubah menajadi lebih dramatis. Mungkin karena Caesar sudah
mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin, jadinya semua kera tidak boleh
melakukan hal-hal selain dari apa yang pimpinannya serukan.
Ketika pada akhirnya Koba melakukan pengkhianatan
terhadap Caesar, gue merasa jadi lebih melankolis mengingat yang namanya
pengkhianatan tetaplah memilukan terlepas dari manusia atau bukan pelakunya.
Dendam mampu meruntuhkan kepercayaan, dan saat
kepercayaan sudah lenyap selanjutnya hanya tinggal menunggu kehancuran sesuatu
yang sudah lama dibangun.
Di film kedua cerita benar-benar berfokus pada tokoh
Koba, hingga kemudian gue merasa bahwa jatah Caesar sedikit berkurang. Meski
begitu, keseruan tidak lantas ikut berkurang.
Semakin mengharukan ketika ada momen dimana Caesar
menyambangi rumah bekas ditinggalinya bersama will sepuluh tahun silam.
Sisa-sisa barang yang ditinggalkan oleh will nyatanya dapat menarik kembali
sisi hubungan hangat antar dua spesies tersebut.
3,5 / 5 Bintang.
3. War For The Planet Of The Apes (2017)
Sutradara : Matt Reeves
Penulis : Mark Bomback dan Matt Reeves
Sinematografi : Michael Saresin
Distributor : 20th century fox
Durasi : 140
Kembali
di pegang oleh sutradara di film pertama. Petualangan para kera berlanjut. Caesar
dan pengikutnya kembali menghadirkan ketegangan dan kisah mengharu biru. Masih
tentang perseteruan antara para kera dan koloni manusia.
Selepas
kekalahan Koba. Hubungan manusia dan para kera menjadi benar-benar memanas.
Bahkan manusia mulai mengutus pasukan-pasukan tentara guna menelusuri
keberadaan untuk kemudian menghancurkan tempat persembunyian para kera.
Satu
dua dari ratusan tentara sialnya berhasil masuk ke tempat persembunyian para
kera. Mengetahui hal tersebut, sebagai pemimpin yang bijaksana caesar kemudian
memutuskan untuk melepaskan kembali tentara itu sebagai saksi bahwa mereka pernah melihat
pemimpin para kera yang sedang dicari atasannya tersebut. Sebenarnya Caesar
juga sekaligus menitipkan pesan bahwa pihak kera tidak ingin terlibat lagi
dengan yang namanya pertempuran dan ingin hidup dengan nyaman.
Sayang seribu sayang, manusia yang pada
dasarnya dibekali akal sempurna dan kemampuan bernegosiasi justru kalah lemah
dengan kera yang notabennya hanya seekor hewan bodoh jika saja manusia itu
sendiri tidak membuat mereka menjadi cerdas.
Kapten mereka justru menganggap permintaan
caesar sebagai angin lalu. Lantas dilakukanlah sebuah misi menghabisi para kera,
hari itu di bawah air terjun yang mengalir deras yang merupakan gerbang tempat
persembunyian para kera. Istri dan salah satu anak caesar berhasil dibunuh oleh
sang kapten. Menyisakan kesedihan yang mendalam serta gejolak dendam yang tak bisa
di bendung lagi. Caesar memutuskan membalas dendam.
Review.
Untuk
bagian terakhir dari trilogi ini gue nggak bisa berkomentar banyak. Entah apa
yang harus gue koreksi (Karena semua bagiannya juga tidak punya sesuatu yang
bisa dikoreksi). Ceritanya semakin menarik buat disimak, tidak hanya menyajikan
keseruan antara pertarungan kedua kubu, bagian ini juga mengupas sisi
sentimental seorang caesar yang baru saja kehilangan keluarganya.
Dilema
mengurung caesar hingga akhirnya ia berpikir bahwa tidak ada yang membedakan
antara sosoknya dan Koba. Pada akhirnya caesar menyadari bahwa dirinya tidak
ada bedanya dengan koba yang ‘terperosok’ karena mengikuti ego sendiri.
Semakin
mengharukan saat manusia mulai menguasi semua kelompok para kera. Berkat itu,
caesar yang sebelumnya memang terpisah dengan gerombolan pengikutnya mulai
kehilangan kepercayaannya terhadap sang pemimpin. Bagi gue itu merupakan scene
yang cukup menguras emosi.
Hingga
kemudian perang itu berakhir, dan para kera berhasil pulang ke habitat yang
jauh sekali dari jangkauan manusia. Scene paling menyentuhpun datang. Sumpah
gue nggak berhenti terisak menonton scene tersebut. Ah, film aksi menegangkan
nan seru di tambah bumbu drama memang sangat langka didapatkan.
Ohya,
hanya menambahkan saja. Rasanya kita sebagai penikmat ketiga film ini patut
mengacungi jempol kapada para aktor yang bertugas memerankan setiap tokoh dalam
cerita trilogi ini. Pemakaian visual efek membuktikan bahwa mereka harus
bekerja dengan tulus dan senang hati agar tercipta adegan yang selaras dan
tampak begitu nyata.
4,5
/ 5 Bintang
Komentar
Posting Komentar