Review Film Shazam ! (2019) : Kisah Heroik Si Bungsu Menggemaskan Dari DC









Sutradara : David F. Sanberg

Penulis Naskah :  Henry Gayden

Pemeran :

Asher Anger dan Zachary Levi Sebagai Billy Batson / Shazam
Mark Strong Sebagai Dr. Thaddeus Sivana
Jack Dylan Grazer Sebagai Feddy Freeman

Durasi : 132 Menit

Distributor : Warner Bros Pictures

Tentang :

            Diawal durasinya, sebagai pembuka film, ini menghadirkan kronik hidup seorang anak kecil yang selalu dikomentari lemah oleh Ayah serta kakaknya. Anak kecil itu bernama Thaddeus Sivana. Kasihan sekali pokoknya, dia selalu dianggap lemah dan direndahkan begitu saja.

            Sampai suatu ketika, Thad dipanggil oleh seseorang yang mengaku bernama Shazam, penyihir generasi terakhir yang sedang membutuhkan pewaris atas sihir-sihir yang dimilikinya.

            Namun sebelum itu, Shazam mengajukan syarat terlebih dahulu. Menurutnya, orang yang kelak akan mewarisi sihirnya haruslah berhati baik dan murni.

            Bukan perkara mudah, selain Shazam ternyata terdapat beberapa Iblis jahat juga yang siap bersaing untuk mendapatkan Thad sebagai media pelarian. Menurut mereka, Thad akan menjadi juara sesungguhnya bila ia bisa mendapatkan sebuah batu kristal dihadapannya untuk kemudian memberikan kebebasan yang sudah lama didambakan para Iblis.

            Lantas mampukan Thad memilih antara kebaikan dan keburukan yang ditawarkan kepadanya?

            Selanjutnya, enggak spoiler deh. (Padahal yang diatas juga udah spoiler) 


Review :

            Meskipun tidak selalu sekisruh Marvel jika sedang mengeluarkan karya terbaru superheronya, DC juga tidak layak untuk dipandang sebelah mata. Ia punya karakter superhero iconik seperti Batman, The Flash, dan Superman yang termashur itu.

            Selain mereka, dua tahun terakhir. DC juga turut dimeriahkan oleh anggota baru seperti Wonder Women yang super cantik dan keren dalam waktu yang sama, ada juga Aquamen si penguasa bawah laut yang gagah perkasa. Serta siapa lagi kalau bukan Shazam.

            Semuanya menampilkan aksi heroik yang memanjakan adrenalin serta menggugah kagum para penikmati sineas yang bahkan bukan merupakan seorang fans DC.

            Lalu yang terbaru, muncul sosok Shazam yang menurut beberapa pengulas film digadang-gadang sebagai film terbaik DC dari segi storyline.

            Mengapa demikian?

            Begini, setelah penggemar disajikan aksi heroik dua film terakhir DC yang cukup serius dan  berkonflik berat. Shazam hadir dengan pembawaan yang sederhana, ringan, dan tentu saja menawan dengan kadar komedi pas yang menyegarkan.

            Jangan berharap film ini akan seserius Batman, misalnya. Atau sekompleks AQUAMAN. Shazam hadir dengan formula amat sederhana. Bahkan asal mula lahirnya superhero yang satu ini cenderung konyol dan mengocok perut, alih-alih tampil keren dan menjaring decak kagum.

            Sinematografi dan spesial efek yang dihadirkan juga tidak terlalu spesial dan malah cenderung membosankan. Film ini cukup malas menyajikan inovasi dalam mengemas setiap visual yang ditampilkan.

            Namun lebih dari itu, Shazam mampu membuat penikmatnya jatuh cinta dengan mudah berkat jalan cerita serta penampilan jajaran aktor mumpuninya. Gue sebagai penonton merasa sangat nyaman, walau hanya disuguhi kisah klasik seorang anak dengan latar kehidupan yang malang. Yang kemudian berhasil memiliki segalanya dan hidup bahagia.

            Ceritanya sangat sederhana, mudah dicerna namun tidak berakhir membosankan sama sekali. Sebaliknya, gue tidak pernah merasa kehabisan sensasi menyenangkan berkat komedi yang ditaruh tepat dengan intensitas yang pas.

            Yang menjadi sorotan dari Shazam sendiri adalah, apalagi jika bukan penampilan jajaran aktornya. Ada Asher yang baru pertama kali gue jumpai dilayar Bioskop, dan menurut hasil stalking gue mayakini bahwa Asher terlihat sangat antuasias serta bersyukur karena berhasil diajak menjadi bagian dari DC, walau ia tampil dalam garis standar dan terlihat canggung dibeberapa bagian .

 Lalu sebagai versi dewasanya, ada Zachary Levi yang cenderung lebih mendominasi sosok Shazam dan terlihat sangat alami berperan sebagai superhero bertubuh kekar namun dengan isian ( Jiwa) yang masih tengil dan pecicilan khas bocah. Untuk memerankan itu, Zachary Levi berhasil untuk tidak membuat penonton merasa tidak nyaman, terganggu,  atau kehilangan minat pada karakternya.

 Terakhir, gue pribadi tidak bisa memungkiri bahwa separuh pesona Shazam berada ditangan seorang Jack Dylan, gue merasa bahwa kehadirannya sama persis seperti ketika ia tampil di IT (2017) yang padahal hanya karakter semi inti, namun justru berhasil menarik perhatian lebih banyak dari karakter utamanya. Jack dengan ciri khas pecicilan, dan gaya bicaranya yang terdengar seperti sedang nge-rapp mampu mengundang gelak tawa.

            Inti dari penampilan mereka adalah terletak pada keanehan dimana Jack bisa tampil selaras saat sedang menampilkan kemistri, antara ia dan Billy ( muda) dan Billy ( Dewasa).

            Sayangnya, seperti yang teman menonton gue katakan. “Film ini tidak punya haluan yang jelas” Maksudnya, jika ia memang menargetkan rating untuk umum yang berarti anak kecilpun bisa menikmatinya, seharusnya Shazam tidak menampilkan adegan terlampau mengerikan saat para Iblis ( Monster) dengan seenaknya ngemilin kepala manusia.

            Terlepas dari aspek-aspen lemah yang membuat film ini jadi kurang greget, Shazam memang tampil selayaknya  Spiderman dalam Marvel Univers. Menghibur dalam arti yang sebenarnya.

            Overall, film ini sangat menyenangkan untuk dinikmati. Tidak berusaha tampil jor-joran untuk terlihat keren, tidak memaksa untuk membuat penonton jatuh cinta, ia hadir secara alami. Sealami penonton menaruh hati padanya.


4,5 / 5 Bintang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film The Vanished (2018) ; Kisah balas dendam terniat

Review Film The Villagers (2019) ; Misteri Skandal Besar di Kota Kecil