Review Film Green Book (2018) ; Apakah Layak Menang Oscar?
Sutradara : Peter Farrelly
Penulis
Naskah : Nick Vallelonga dan Brian
Hayes Currie
Pemeran :
Viggo Mortensen Sebagai Tony
Vallelonga
Mahershala Ali Sebagai Don
Shirley
Distributor : Universal Pictures
Durasi : 130 Menit
Tentang
:
Dua orang lelaki
dari dua budaya, ras, dan kondisi sosial berbeda dipertemukan dalam sebuah
petualangan bermusik. Dikisahkan, Tony adalah seorang keturunan itali yang
berprofesi sebagai penjaga sebuah klub sekaligus tukang pukul kasar.
Kehidupannya berada dalam kondisi yang pas-pasan setelah klub tempatnya bekerja
harus ditutup karena satu dan lain hal.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga
kecilnya, Tony pun harus memutar otak demi mendapatkan pundi rupiah, segala
kerja serabutan ia lakoni, hingga akhirnya...
Sebuah panggilan
masuk berdering dan ketika diangkat ternyata menyuruhnya untuk menemui seseorang
bernama Don Shirley, yang tak lain adalah seorang pianis ternama berkulit
hitam. Katanya, Tony diberi kesempatan wawancara sebagai supir pribadi sang
musisi.
Saat bertemu
langsung, keduanya terlibat percakapan satire, juga tak lupa negosiasi. Demi
bayaran lumayan, Tony diminta untuk mengerjakan banyak hal selain menjadi supir
pribadi. Tentu saja itu tak sesuai dengan keinginan Tony, apalagi ia memiliki
tabiat buruk tentang rasisme kronis. Mana mau menjadi pembantu orang kulit
hitam, pikirnya.
Tetapi tanpa
diduga, usai melewati negosiasi akhir. Selama delapan minggu bersama
mengelilingi separuh amerika demi tour musiknya. Keduanya pun justru terlibat
cukup jauh hingga pada akhirnya merasa harus saling membela dan membantu dikala
kesulitan.
Review :
Green Book adalah
sebuah buku panduan sangat berguna pada tahu 60-an , yang diperuntukan bagi orang-orang
berkulit hitam. Disana tertera berbagai restoran dan hotel yang boleh didatangi
mereka. Tujuannya agar menghindarkan dari tindakan rasisme dan diskriminasi.
Berbekal buku itu,
ternyata orang jaman dulu sangat jenius. Tidak perlu mengandalkan google maps
saja mereka bisa sampai ke berbagai tujuan tanpa tersasar. Keren, deh.
Film ini mendapat
banyak perhatian tatkala secara dramatis dinobatkan sebagai pemenang oscar,
dalam kategori best picture, dan lainnya. Banyak orang yang setuju pada
keputusan itu, tentu yang tak suka juga banyak.
Berbagai kontoversi membuat Green Book diwarnai
hal-hal yang tidak seharusnya muncul kepermukaan, ketika filmnya sendiri memang
sudah layak mendapat apresiasi lebih.
Membahas filmnya sendiri. Green Book ini punya
premis yang sederhana. Namun isu yang diangkat lumayan sensitif. Banyak yang
mengangkat isu itu, separuh ada yang berhasil, dan sisanya flop (karena ketauan
terlalu menilai satu pihak sebagai bagian dari sudut pandang cerita). Dan Green
Book adalah salah satu yang berhasil membawa isu sensitif itu dengan amat
hati-hati, tidak berniat untuk benar-benar melukai penonton yang dimaksud. Meskipun
sebenarnya, banyak orang yang menganggap film ini punya sudut pandang orang
putih yang lebih mendominasi.
Tapi justru
bagi gue pribadi, Green Book ini malah seperti sebuah petuah bagi mereka
yang sering melakukan tindakan rasis, film ini ngebuktiin bahwa prilaku itu tuh
sama sekali nggak seharusnya dilakukan. Tidak bermanfaat, hanya akan
menciptakan perpecahan dan merusak segala hal yang bahkan belum sempat
dibangun.
Sebagai orang yang hidup dinegara tanpa
rasisme, gue jujur kurang paham seberapa bahayanya tindakan tersebut. Tapi bila
menilik dari sudut pandang film, rasis emang enggak banget deh pokoknya. Dan
gue berharap, dewasa ini orang-orang dibelahan bumi sana tidak lagi bersikap
rasis. Minimal, tidak separah masa-masa yang diangkat dalam film ini.
Naskah yang ditulis cukup matang. Karakterisasi
berjalan secara alami. Tidak terlalu deskriptif. Kedekatan mereka terjalin
dengan cara-cara yang sederhana dan kocak. Dua karakter ini akhirnya saling mengisi
satu sama lain ketika keduanya selalu terlibat perdebatan dan pemecahan atas
semua masalah yang terjadi.
Alasan mengapa Green Book mendapatkan Best
Picture tidak lain adalah karena film ini memang sangat cantik. Tata
Sinematografinya rapih sekali, menghadirkan ambilan gambar ciamik dari beberapa
pemandangan sepanjang perjalanan. Setting tempat juga dibuat sedemikian
original tahun 60-an. Dan yang terpenting adalah visual efek yang demi apapun
super duper mulus tanpa efek yang masih kasar.
Penampilan para aktor juga mumpuni. Walaupun
pihak keluarga katanya sedikit kecewa pada penampilan Mahershala Ali yang tidak
terlalu berhasil menggambarkan sosok Don Shirley.
Dialog-dialog penuh makna juga membuat film ini
semakin menyenangkan untuk disimak. Scoring musik ringan nan memanjakan gendang
telinga. Serta ending credit dari kedua sosok tokoh dalam dunia nyatapun
mengakhiri film dengan begitu hangat. Film biografi paling menyegarkan, sih.
Layak banget menang oscar.
3,5 / 5 Bintang.
Good job kawan..
BalasHapusLove love