Bu, Apa Kabar? Aku Baik-baik Saja, Mungkin...




Aku ternyata bisa bertahan tanpamu, ratusan hari. Tapi rasanya sangat menyiksa bu. Kalau boleh. Aku ingin hilang ingatan saja. Lupa siapa Ibuku. Biar sekalian gila.

            Bu, tahu tidak?

            Beberapa waktu lalu. Aku berhasil menghapus perasaanku pada seorang puan. Setelah kupikir lagi, dia ternyata tidak menyukaiku bukan karena aku penuh kekurangan. Melainkan, karena pada dasarnya dia tidak menyukaiku sebagai wanita. Berbuntut pada putus asa dan patah hati yang berkepanjangan bagiku. Aku menangis tersedu. Tetapi, berusaha tidak membencinya.

            Diusia ke-22 tahun ini, nyatanya aku tak ingin berpikiran dangkal dengan malah menjauhinya mentang-mentang ditolak. Kemudian, aku masih berteman dengannya, Bu. Bagaimanapun, dia sangat baik dan tetap menarik meski aku tetap sakit hati saat memikirkan penolakan halusnya.

            Anehnya. Ah, pokoknya aneh deh bu. Sejak mengikhlaskan perasaan itu. Dan aku tetap memilih untuk berteman dengannya. Perasaanku menjadi lebih ringan dan hubungan kami malah makin seru. Aku ternyata lebih nyaman saat menjadi temannya.

            Bu, tahu tidak?
            Enam bulan terakhir. Aku jatuh bangun merintis gelar sarjanaku. Hingga kini, aku merasa... Entahlah... Gamang.

            Aku ingin mewujudkan keinginanmu tentang punya anak Sarjana. Tapi bu, sungguh, bagiku rasanya teramat sulit. Aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi selain dari ini.
            Bu.

            Setiap hari aku duduk di pojokan lorong kampus. Sendirian. Karena tidak punya teman. Dan ketika masuk ke kelas, aku memilih sudut ruangan. Jauh dari perhatian. Diam dan tanpa suara.
            Dosen semester bawah sangat membosankan dan kekanakan. Begitupun dengan teman sekelas. Mereka menyebalkan sekali. Masih bermental sekolahan. Aku enggak betah bu. Tapi takut untuk bolos. Haha
            Eh, tapi pada akhirnya absensiku masih kurang seperti biasa bu. Gak tau deh. Pusing bu. Aku benci akademik dan keuangan. Semuanya ribet. Haha
            Bu, tahu tidak?
            Dua bulan terakhir. Aku sangat bahagia. Tidak hidup sendirian itu adalah anugerah terbaik. Si teteh ikut hidup disini. Jadi aku punya temen deh. Seneng banget setiap hari ada teman.
            Tapi dari sana. Aku punya pemikiran baru bu. Aku sadar bahwa selama ini orang-orang benar-benar tidak menghargai kehadiranku. Sampai aku berpikir, apa aku ini benar-benar gila ya?
            Apa sebaiknya aku tidak menikah saja ya?
            Karena selain tidak mungkin ada lelaki yang mau sama aku, diriku juga berpikir, terkadang aku sering berubah jadi mengerikan. Mentalku sama sekali tidak stabil.
            Bagaimana mungkin aku akan hidup bersama orang asing selamanya dengan kondisi begitu? Haha bisa-bisa lelaki itu memakiku setiap hari. Berselingkuh, dan menceraikanku bukan?
            Benar kata Ibu dulu. Aku tidak bisa hidup dengan orang lain. Melihat dari kebiasaanku. Sikapku. Sifatku. Semuanya !
            Bu, kenapa ya?
            Aku merasa sangat lelah. Tentang kuliahku, hidupku, mimpi-mimpiku.
            Bu, aku rindu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film METAMORPHOSIS (2019) ; Tipu Muslihat Lelembut Khas Korea

Review Film The Villagers (2019) ; Misteri Skandal Besar di Kota Kecil