KISAH GANDA PUTRA HARUSNYA BEGINI, BUKAN SEKADAR JUAL ROMANSA

   Perlu diketahui sebelumnya, gue tidak pernah beranggapan bahwa orientasi seksual yang menyimpang dapat dibenarkan lewat kacamata non agama. Sekali bawa agama, semua orang akan menggaungkan dengan garang bahwa apa yang para penyintas lakukan itu tidaklah benar. Tetapi gue juga tak pernah menempatkan diri ini sebagai homophobic. Mencaci dan menasehati mereka seakan gue sendiri benar. Cuma, ya berusaha menghormati mereka sebagai sesama manusia saja.

             Pertamakali gue menonton series Ganda Putra (Jujur, istilah ini agak bikin risi. Mengapa harus menggunakan istilah badminton untuk menghaluskan kata ‘gay’) adalah Series Thailand yang fenomenal. Diangkat dari novel best seller di sana.

 

          Series itu berkisah tentang seorang pemuda tampan, rupawan, kadang gemesin juga sih. Bernama Tine yang kerapkali diikutin cowok kemayu penyuka sesame jenis. Lalu demi menyiasatinya, Tine memutuskan buat mencari cara sesat, yakni pura-pura punya pacar cowok biar Green (Penguntit ) itu menjauh darinya.

 

    Kisah cinta sesama pemuda itulah yang benar-benar pertama kali menggetarkan hati gue, bikin berdosa, bikin lupa kalau itu adalah dosa, bikin gue gak sadar kok bisa ya ada hubungan cinta sesama jenis bisa semanis itu. Hmmm

             Perlu gue garis bawahi dulu. Gue tidak pernah merekomendasikan series ini kepada kalian, siapapun yang tidak sengaja baca artikel ulasan ini. Hanya saja, jika memang pada saat ini anda sedang membacanya. Maka, please. Cukup nonton Call Me By your name dan Love Simon saja yang kalian tonton. Jika memang tak ingin terjerumus dan malah membiarkan stigma gay adalah hak setiap orang untuk mendapat kebahagiaan utuh menjadi sebuah kebenaran.

             Ngomong-ngomong, pertamakali menonton Ganda putra. Gue merasa sangat kotor, berdosa, dan tak layak hidup di muka bumi. Mengapa gue bisa berdebar oleh kemistri yang dijual para actor? Cinta terlarang sialan.

 Tetapi, sebelum terjun ke series. Ternyata, usai diingat kembali, rupanya gue pernah menonton beberapa film yang mengangkat isu sosial ini.

             Pertama tentu saja film Love Simon. Kisah remaja gay yang dikemas dengan segar dan kekinian, ngasih sudut pandang dan menerapkan sentuhan kemanusiaan.  Sedikit menyentil sisi kemanusiaan gue sih, sumpah.  Berakhir menjadi sajian yang hangat sekaligus manis.

 

       Lalu untuk Call Me By Your name sendiri, gue anggap sebagai sajian film yang melankolis. Membangkitkan rasa patah hati berbeda, dimana gue paham bagaimana rasanya jadi sadboy ditinggal cowok lain nikah sama cewek, padahal elu sendiri cowok. Dan beberapa serial Netflix yang udah enggak asing menyelipkan narkoba, seks, dan orientasi seksual tokohnya. Tidak pernah sekalipun gue menganggap itu sebagai  sebuah kewajaran. Hanya gue pandangi demi kepentingan wawasan, dan bumbu  cerita dalam film. Atau minimal ‘yaudah, toleran aja sih, apa susahnya’

             2gether (Series Thai ) sendiri gue akui memberikan gelenyar euphoria fangirling yang nyata dan menyenangkan. Tetapi selepas menonton itu, gue tidak pernah menyelami kehidupan pribadi mereka. Tidak seperti para penggemarnya yang membawa kapal romansa di serial ke dunia nyata. Justru kecewa ketika salah satu dari actor ternyata punya pacar cewek. What The Hell, mereka sudah gila atau bagaimana? Bukankah seharusnya kita sebagai penggemar aktornya, bersyukur bahwa dalam kehidupan nyata mereka itu sama sekali tidak belok, suka cewek. Hahahaha ngadi-ngadi banget dah. Yups, untuk pertama dan terakhir kali. Series Ganda putra Thailand yang gue tonton hanya itu. Dan secara kualitas, jelas sekali serial ini hanya menjual actor dan kemistrinya. Mana mau mikirin ploting dan kualitas produksi lainnya.

             Lalu, gue menyadari satu hal dari permasalahan ini. Ada nilai penting yang harus dilakukan sutradara dan penulis jika mereka ingin menggarap serial boys love. Pertama, munculkanlah isu utama, yakni cowok yang suka sama cowok. Semisal, bagaimana cara dia menepis perasaan tidak normal itu, lantas berusaha tidak mengakui ketidaknormalannya. Lalu barangkali jika karakter utama memutuskan buat menerima dirinya seutuhnya. Fokus selanjutnya, adalah pandangan orang lain terhadap pilihannya. Penolakan keluarga, misalnya, atau bahkan orang-orang kepercayaannya.

             Nah. Untungnya, semua poin penting itu berhasil disampaikan dalam beberapa serial produksi korea selatan, yang bukan hanya menjual romansa kedua karakter cowok. Tetapi juga berusaha menampilkan konflik panas yang seringkali mengiringi kehidupan mereka sebagai seorang gay. Ini misalnya :

 

YOUR EYES LINGER (2019)

 

Drama korea boys love yang satu ini, nyaris tidak punya adegan intim selayaknya yang dijual oleh tim produksi Thailand. Inti masalahnya sama sekali bukan itu. Melainkan tentang bagaimana sih dua remaja terjebak dalam hubungan pengawal dan majikan yang lantas membawa mereka pada perasaan tidak seharusnya. Drama ini menurut gue memiliki benang merah yang jelas, alasan mengapa kedua karakter berbelok juga terasa sangat masuk akal.

Dua remaja cowok, hidup Bersama selama lima belas tahun. Diatap yang sama. Sekolah juga barengan. Yang satu gak punya keluarga, satu lagi Cuma punya bapak toksik dan super protektif. Keduanya tentu saja mendapatkan perlindungan satu sama lain. Kenyamanan yang baru terasa setelah sama-sama tahu makna kenyamanan itu sendiri. Jujur, gue sakit hati banget nonton serial ini. Ikut nangis ketika klimaks cerita mulai masuk. Penolakan, perlawanan, perdebatan setelah mereka saling mengakui. Bukan romansa yang menjadi focus utama. Melainkan ya konflik sosial itu sendiri. Bagaimana nih para pecinta teman sendiri ini mampu menghadapi stigma buruk dari lingkungan sekitar.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film METAMORPHOSIS (2019) ; Tipu Muslihat Lelembut Khas Korea

Review Film The Villagers (2019) ; Misteri Skandal Besar di Kota Kecil