Review Film 47 Meters Down (2017) Vs 47 Meters Down Uncaged (2019) ; Mencari Yang Terbodoh








                Mereka berdua merupakan anak kandung dari sutradara Johannes Roberts. Suudara kandung yang sama-sama berkutat dalam wahana teror hewan buas dan kegelapan.

                Ngomong-ngomong, gue memang jarang menulis review versus akhir-akhir ini. Mungkin karena selain tidak banyak film sekuel yang gue nikmati, film-film dengan premis dan konsep serupa juga jarang gue temui.

                Nah, setelah beberapa bulan lalu. Ulasan mengenai perbandingan antara film pertama Happy death 1 & 2 berhasil dibahas dalam segi aspek apapun. Kali ini gue membawa dua judul film diatas untuk kembali dibandingkan.

                Yuk, mari kita mulai saja seberapa menarik kedua film diatas dari kacamata nonkritikus dan hanya sudut pandang gue sebagai pecinta film biasa ini.

Premis :

47 Meters Down (2017)

                Film pertamanya ini akan fokus pada kisah dua orang saudara perempuan yang terjebak diantara kerumitan hidup. Ada Kate dan Lisa yang diceritakan memang punya ikatan bathin kuat satu sama lain. Sehingga ketika Lisa sedang resah, saat itu juga kate tahu.

                Oh, Lisa ternyata diputuskan pacarnya. Kate turut berduka atas hal tersebut. Dan sebagai kakak yang baik. Kate pun mencari supaya adiknya menjadi lebih santai secara fisik dan mental .

                “ Lisa, ayo kita pergi ke tempat dimana kita bisa melihat hiu”
                “ Itu ide buruk, kate. Aku tak bisa”
                “ Ayolah,  ini akan menyenangkan.”

Menyenangkan pantatmu, kate ! masuk ke kandang yang kemudian di benamkan ke dasar laut tentu takan menyenangkan. Apalagi ada beberapa ekor hiu yang turut mengawasimu layaknya satwa langka di kebun binatang.
                Bagaimana jika kandang yang melindungi kalian dari keganasan lautan tiba-tiba terputus dan karam di dasar laut?
                OMG, HOLLYSHIT mampus kalian, apa yang gue katakan barusan rupanya jadi kenyataan.
                Maka, sisa durasi yang dihadirkan akan mengisahkan bagaimana perjuangan kedua adik kakak itu bertahan hidup di bawah laut yang gelap, dengan oksigen yang terbatas, dan bersama hiu-hiu lapar yang siap menerjang mereka kapan saja.

Kualitas Film :
                Tidak ada yang spesial dari segi ekskusi premis – yang padahal- sudah lumayan menarik itu. Film hanya bermain dengan keindahan alami alam meksiko. Sinematografi tidak usah repot-repot memakai teknik andalam mereka jika frame alam saja sudah mewakili semua itu.

                Mungkin CGI adalah satu-satunya hal yang patut diacungi jempol mengingat bagaimana hiu-hiu itu terlihat sangat realistis. Dan jangan lupakan tentang suasana dibawah laut yang juga emang dapet banget sih kalau menurut gue pribadi, karena jujur sepanjang durasi gue malah ikut sesak napas menyaksikan perjuangan mereka bertahan hidup dilaut lepas yang gelap itu.

                Ploting cerita yang cukup mendayu-dayu bikin gue sedikit ngantuk. Rasanya seperti harus terus menahan napas karena kita sebagai penonton tidak tahu kapan hiu itu akan muncul.

                Kebodohan-kebodohan dialog dua karakter itu bikin gue sesekali beristigfar saking absurdnya. Mereka tahu kalau ada hiu-hiu lapar disekitar mereka. Apakah tidak bisa mereka menunggu tim penyelamat tiba, tanpa keluar kandang sedikitpun? Yang ternyata mereka justru malah bertukar percakapan gak penting sambil jalan-jalan keluar kandang.

                Kalau gue sih, ya mau diem aja di kandang. Gak usah egois pengin ngambil senter, pokoknya mau mati atau enggak, diem di kandang !

                Sayang sekali sih, dua karakter yang seharus potensial ini malah jatuh hanya seperti dua sahabat yang baru bertemu kembali. Tidak ada yang namanya  ikatan bathin atau kemistri seperti yang tadi gue singgung di awal.

                Scoring musik film ini tidak terlalu berlebihan. Earphone gue hanya memberikan efek arus ombak di kedalaman laut yang jujur emang terasa sangat horor. Dan ketika hiu-hiu itu muncul, barulah penonton akan dikejutkan secara brutal. Eh, ayam-ayam. Kaget gue !

Ending :

                Satu-satunya hal yang gue sukai dari film ini adalah endingnya. Pernah gak sih kamu, saat menonton sebuah film yang dari awal hingga nyaris menyentuh akhirnya, kita sama sekali tak menemukan sesuatu yang menarik? Barulah ketika memasuki ending, tiba-tiba kejutan itu datang secara beruntun.

                Formulasi itu secara mengejutkan membangunkan gue dari tidur suri yang baru saja menyerang saking datarnya film ini. Oh, ya aampun. Endingnya lumayan banget lho.

                Gue pikir, itu memang takdir baik yang diberikan Tuhan buat mereka berdua. Sebuah skenario – Tuhan kecil- mereka berdua yang nyatanya masih sudi bikin dua karakter bodoh ini tetap hidup. Setelah berhasil menyintas dengan segala keanehan itu. Akhirnya mereka berdua ditarik menuju permukaan air laut, berenang dikejar hiu, kegigit, berantem sama hiu, berenang lagi, dan naik kapal dengan susah payah.

                Yang ternyata itu adalah delusi si Lisa aja. Hahahaha
                Lumayanlah menurut gue.

Penampilan Aktris :

                Berhubung sepanjang durasi, dua karakter ini  akan selalu mengenakan yang namanya helm oksigen. Walau wajahnya gak keliatan, untung dialog diantara mereka masih bisa terdengar berkat kecanggihan teknologi.

                Sayang, karena itu pula. Kita sebagai penonton jadi gak tahu sama sekali akting dan ekspresi takut mereka yang sesungguhnya itu kayak gimana. Selain dari tangisan, ringisan, dan teriakan. Kita mungkin takan pernah tahu setakut apa mereka di bawah sana.
3 / 5 Bintang

               


47 Meters Down ; Uncage (2019)

Premis :

                Sementara untuk sekuel keduanya. 47 Meters Down ; Uncage akan menceritakan hubungan dua remaja cewek yang disekolahnya berbeda kasta. Yang satu, dia sering kena bully karena mungkin terlalu pemalu dan bikin musuh-musuhnya menganggap dia lemah. Sementara yang satu lagi, dia cukup populer di sekolah sehingga merasa tidak perlu membantu saudari tirinya yang terdzolimi.

                Lalu, dalam satu hari yang tak terduga. Mereka berdua digiring oleh takdir untuk menjadi saudara kandung yang seutuhnya. Bersama kedua teman yang lain, mereka nekat memasuki sebuah gua yang awalnya memang tempat penelitian ayah mereka yang merupakan seorang arkeolog.

                Terjebak dalam labirin gua, bersama kegelapan, oksigen terbatas, dan hiu-hiu buta yang siap menyambar apapun makhluk bergerak di sekitarnya.


Kualitas Film :
                Sinematografi, Agak sedikit lebih niat dari sang kakak. Film ini mampu menghadirkan parade visual yang lumayan memanjakan mata. Tidak hanya mengeksplore keindahan alamnya saja. Lebih dari itu, kamera mulai bermain memberikan teknik terbaiknya.

                Yang sayangnya, efek GCI merekalah yang kurang disini. Kadang Hiunya keliatan nyata banget, kadang malah seperti tempelan video hiu animasi – baby shark tututurut turut – arus dasar laut yang enggak banget, walaupun sebenarnya nuansa di bawah gua itu sudah cukup realistis.

                Ploting,  tidak seperti film pertamanya. Ada sedikit kemajuan dari sang sekuel ini. Plotingnya lumayan dibangun dengan cukup baik. Awalnya begitu. Hingga lama kelamaan, berakhir sangat random dan tolol. Tapi setidaknya, film kedua ini tidak bikin gue ketiduran.
                Tapi sayangnya, dibanding kakaknya. Film ini punya dialog yang lebih bar-bar dan seribu kali lipat lebih absurd. Dengan karakter bejibun, kita sudah takan mengenali lagi mana yang nicole, alexa, dan dua karakter lain. Suara ke-empatnya hanya berkutat diseputaran teriak histeris, manggil nama, atau berseru-seru. Apalagi beberapa karakter dalam film ini hanya muncul sebagai santapan ikan hiu itu saja, merasa tidak usah muncul lagi, tidak penting, yasudah dimakan hiu deh. BODOH !

                Lalu jangan tanya seberapa menggegerkan scoring musik film kedua ini. Ya Tuhan, rasanya seperti dikejar hantu sembari diiringi scoring musk film ini rasanya cocok deh buat pengalaman horor pribadi.

Ending :
                Aneh sekali rasanya. Ketika ada film yang dari awal kita sudah tahu bahwa film ini kurang bagus. Tapi nyatanya, pas bagian ending. Mendadak sekali kita selaku penonton merasa bahwa film ini gak buruk-buruk amat.
                Walau sebenarnya ending film ini sama tidak masuk akalnya dengan paruh kedua, tapi adegan-adegan tersebut lumayan menghibur sih. Seakan-akan kitalah yang sedang dikejar hiu tersebut.
Penampilan Aktis :
                Jangan tanya.
                1,5 / 5 Bintang

                Overall, keduanya sama sekali tidak menyentuh level kualitas kengerian dari konsep-konsep serupa. Malah sebaliknya, hanya akan ada jerat-jerat kebodohan yang memaksa penontonnya untuk hanya sekadar meng-iyakan saja apa maunya film tersebut.
                Yang terbodoh :
               
                47 Meters Down ; Uncage (2019)

               



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film METAMORPHOSIS (2019) ; Tipu Muslihat Lelembut Khas Korea

Review Film The Villagers (2019) ; Misteri Skandal Besar di Kota Kecil