Review Film #ALIVE (2020) ; Drama Bertahan Hidup Swag Ala Gamers
Sutradara : Choi Il Hyung
Penulis Naskah : Co Il Hyung & Matt
Naylor
Pemeran :
Yoo Ahn In Sebagai Joon Woon
Park Shin Hye Sebagai Yoo Bin
Distributor : Lotte Entertaiment
Durasi : 99
Menit
Tentang :
Sebagaimana Train To Busan dan Serial original negeri
ginseng tentang zombie lainnya. Tidak sempat diceritakan bagaimana awal mula
wabah zombie (mayat hidup) itu tiba-tiba muncul dan meneror kota besar yang
ramai penduduk.
Alive juga demikian, petualangan tokoh utama langsung
bermula dari tokoh utama lelaki, yakni Jo Woon yang mendadak sadar bahwa di
luar unit apartemennya situasi sedang tidak baik-baik saja.
Melihat itu, ia merasa seperti masuk kedalam neraka. Jika
tidak dimakan zombie sekalipun, ia akan mati kelaparan, atau karena putus asa
dan memutuskan untuk bunuh diri.
Maka Jo Woon yang kesehariannya adalah seorang gamers
pro, hanya bisa terjebak di unitnya yang ia rasa paling aman. Sembari menunggu
tim penyelamat datang, segala macam cara ia lakukan lewat media sosial demi
mencari bantuan.
Selama satu bulan lebih. Ia bertahan hidup dengan segala
kekurangan yang ada. Akses internet, dan air mendadak terputus. Menjadikan
usaha bertahan hidupnya semakin sulit.
Mampukan Jo Woon bertahan hidup?
Review :
Mungkin bila disandingkan dengan produk
hollywood. Korea selatan sudah cukup mapan perihal produksi film berbau-bau
zombie. Entah dari presentasi secara keseluruhan filmnya, maupun hanya sebatas
tentang kualitas make up artist nya saja.
Bahkan menurut gue pribadi. Dalam film serupa itu, korea
selatan selalu lebih unggul dalam hal menyematkan sajian drama di tengah
kerusuhan yang dibuat wabah dan si zombie itu sendiri. Menjadi, bagaimana ya,
jadi agak manis gitu.
Dari yang sudah gue nikmati, misalnya. Mereka ( korea
selatan) piawai sekali mendapatkan celah untuk menaruh kisah tokoh utama yang
nantinya akan sedikit menggoyahkan perasaan haru penonton.
Juga, korea selatan tidak pernah membuat sebuah tokoh
(bahkan yang tidak terlalu sering muncul sekalipun) menjadi kurang bermanfaat
dan berakhir sia-sia sepanjang film. Itu, tidak pernah terjadi di film berbau
petualangan dan bertahan hidup macam film ini.
Yang sangat gue sukai pertama dari film ini, adalah
sajian gambarnya. Teknik sinematografi yang enggak terlalu sinematik sih, tapi
selalu memberikan kesan manis. Dengan eksplorasi unit dari masing-masing tokoh.
Dan juga beberapa bentuk ambilan gambar gaya Virtual Reality yang beberapa kali
ditampilkan, jujur lumayan menambah kesan nyata bagi penonton.
Selanjutnya, tentu saja penampilan Yoo Ahn In dengan
karakter polos semi bodoh yang ternyata sangat cocok diperankan olehnya. Sebab,
selama kiprah lakonnya di industri peran. Ah In oppa selalu mendapatkan peran
yang kalau tidak pongah nyebelin, yah pasti dingin dan ambisius. Maka untuk
pertama kalinya, gue merasa karakter Jo Woon dalam film ini terasa begitu
menyegarkan.
Tetapi sebenarnya film ini tidak terlalu menjual dari
segi cerita. Semua keseruan dan kenikmatan bagi penonton hanyalah berkutat pada
dua karakter yang dipertemukan dalam sitasi diambang kematian.
Selebihnya, jujur saja film ini tidak terlalu datar untuk
ukuran cerita bertahan hidup ala-ala zombie. Konflik yang dihadirkan hanya
seputar rasa frustasi tokoh utama. Dan ketika penonton menyadari hal itu,
secara otomatis penulis naskah langsung mengalihkan dengan plothole kurang
jelas dan enggak terlalu penting juga. Meski sebenarnya, cukup menyentuh sisi
kemanusiaan juga sih. Namun tetap saja, enggak terlalu menambah sensasi lain
ketika menontonnya. Kayak misalnya emosi berlebih yang sama ketika sedang
menyaksikan dua produk yang diatas sudah gue sedikit notice.
Overall, dengan jalinan hubungan antar karakter yang
manis. Serta sajian gambar yang cukup memanjakan. Gue pikir, film ini layak
menjadi hiburan di tengah pandemik. Orang yang tempo hari memaksakan diri
bertaruh nyawa ke bioskop, takkan menemukan hal sia-sia setelah memasuki
teater.
3, 5 / 5 Bintang
Komentar
Posting Komentar