FILM DOKUMENTER ; THE ENDGAME
Sebenarnya, sebelum rajin menonton BL a.k.a homo. Gue, meskipun begini, juga punya tontonan yang bagus kok. Menurut gue sih, iya. Karena kan bagus itu relatif ya, bisa jadi bagus banget buat gue, enggak buat orang lain.
Tahun lalu tuh, tontonan gue setiap kali punya waktu luang. Tidak pernah berubah jalur, dan pasti selalu berkutat pada genre film dokumenter, dengan tema perang dunia, perang, politik, biografi tokoh, dan paling seneng banget tuh nonton yang ngebahas tentang demonstrasi kisaran tahun 1940-1990an.
Bahkan gue inget banget, pernah nonton dokumenter tentang gimana awal mulanya Raja korea nyiptain huruf hangul, atau gimana ceritanya bendera korea bisa begitu bentuk dan warnanya. Kan aneh ya? Maksunya, ngapain gue nontonin begituan? Nontonin juga film orde baru, film perjuangan, soekarno era, bahkan Majapahit dan Sriwijaya.
Itu berlangsung cukup lama. Dan ketika gue pikirin sekarang, lah kok bisa sih? Maksudnya, tontonan seberat itu kenapa gue jabanin coba? Bukankah beban hidup aja udah berat? Kenapa gue justru nyari hiburan yang malah bikin mikir dan terbebani !
Nah, saat bertemu dengan skripsi. Intensitas menonton gue mulai menurun. Dimulai dari gejala malas menonton apapun. Termasuk Youtube, bahkan gue melewatkan banyak episode Raditya dika (channel paling gue suka di platform tersebut) yang setiap jadwal tayangnya gak pernah gue lewatkan. Drama korea apalagi. Juga, film yang makin lama makin ngantri buat ditonton.
Gue mulai terjun ke dunia perhomoan, itu awalnya ngerasa sangat berdosa dan kotor banget nontonin begituan. Tapi lama kelamaan, malah merasa terhibur. Maafkan hambamu ini, ya Allah. Insya Allah cepat tobat. Aamin
Nah, apa kolerasinya sama mbacotan gue diatas ? KPK dan Homo? Gak ada dong, masa ada?! Maksudnya KPK pada homo? Yakali, kagak anjir. Maksud gue kolerasinya ada pada, di bawah ini :
TERNYATA OTAK GUE BELUM TUMPUL. GUE MASIH PUNYA OTAK YANG KRITIS MESKI AGAK LEMOT DIKIT. Hehehe
Baiklah. Mari masuk pada pembahasan Inti. Dalam relung sukma kali ini, atau katakan konten review film ini. Gue bakal bahas betapa kagetnya gue pas tahu bahwa fakta terpendam dibalik pengelola KPK yang begitu bobrok, menurut hasil wawancara pada film. Ada beberapa point yang pengin gue soroti. Sederhana sih, bukan secara besar fokus pada isu pentingnya. Cuma pengin bahas beberapa hal yang menarik perhatian gue aja, mohon maaf kalau ada yang tersinggung.
Kesan pertama menonton film dokumenter ini, mungkin karena lagi dalam mood baik. Gue sangat menikmati setiap detik filmnya, tanpa sempat skip. Ingatan gue jadi kembali pada saat semester lima, gue inget banget tuh. Waktu itu nonton film dokumenter (Sexy Killer) yang disutradarai oleh sutradara yang sama dengan film ini.
Nah, sehabis nonton film itu, gue bikin tugas dari apa yang gue dapatkan dalam film tersebut. Gue olah sedemikian rupa agar menjadi sebuah tulisan yang agak berbobot sedikit. Serius, kesan pertamanya adalah gue merasa sangat pintar karena sudah disuguhkan fakta lapangan, yang tidak pernah sekalipun tersebar ke khalayak bahkan oleh media besar sekalipun.
Dulu tuh kasusnya apa ya, pokoknya kerusakan lingkungan dah kalau gak salah. Dan ada satu nama penting yang menjadi sorotan. Tapi gue gak berani sih masukin nama beliau kedalam laporan tugas gue tersebut. Yah, namanya juga mahasiswa minim ilmu dan nyali ya. But, gakpapa sih. Kata pak dosen juga gak jadi masalah, karena tugas tersebut hanya simulasi membuat laporan investigasi saja, katanya.
Pointnya adalah, gue bakalan selalu inget sama film atau series, jika mereka memang punya pondasi dasar yang keren.
Pada kasus baru ini, dibanding narasi. Filmnya dipenuhi dengan pernyataan dari para narasumber. Diantaranya beberapa nama yang pernah bekerja di KPK. Pak Novel Baswedan sebagai kapten. Dan sisanya merupakan nama-nama yang kemarin sore dinyatakan gagal dalam tahap Tes Wawasan Kebangsaan. Nah, kesan pertama yang gue soroti dari tontonan ini adalah, ternyata memang kita musti sekolah tinggi ya, musti pinter biar pas berhadapan sama ketidakadilan, bukan sekadar otak doang yang jalan, tapi juga etika dan hati nurani. Dari cara para narasumber berhadapan dengan kamera dan mulai melakukan wawancara, setiap kata yang keluar dari mulut mereka jelas banget sedang keluar dari seseorang yang punya integritas tinggi. Secara sederhananya, mereka pinter.
Transisi cerita menggunakan gabungan video reportase, dengan mencantumkan kasus dan tahun terjadi. Dari sini gue mulai sadar bahwa, 2009 aja tuh udah berlalu belasan tahun lalu bro. Waw, secepat itu waktu belalu. Dan gak tahu kenapa, baru belasan tahun aja tuh vibes retronya udah dapet gitu loh. Haha
Gue pribadi sebenernya enggak terlalu paham apa yang terjadi di dalam KPK-nya sendiri. Pokoknya, yang gue dapatkan dari durasi dua jam ini adalah kesimpulan bahwa ada ketidakadilan sedang terjadi dalam tatanan tugas para pegawai KPK. Jadi inget banget sama drama korea stranger season satu dan dua. Tatanan hukum di sebuah negara nyatanya sama saja, bakal ada aja halangan buat pihak yang berdiri diatas garis kejujuran dan mengedepankan hati nurani.
Komentar
Posting Komentar