LORONG RUMAH SAKIT

 

Sc : Google 



Desember 2019.

Senyap. Aku bahkan bisa mendengar suara deru napasku sendiri. Hati kecilku langsung penasaran, sejak kapan lorong rumah sakit jadi sesunyi ini?

Dari kejauhan, bahu seorang pemuda dapat kulihat. Ia berjalan begitu gagah bak model ibu kota. Sekejap, aku jatuh hati. Tiba-tiba saja atmosfer drama korea medis terlintas dalam bayanganku, dan aku pemeran utama wanitanya.

Sekelebat adegan romantis muncul sebagai bentuk fakescenario yang otakku ciptakan.

Sayangnya, naskah slice of life yang muncul alih-alih romansa penuh kupu-kupu. Dokter muda itu menghampiri kami, wajahnya kusam, matanya sayup, ada garis hitam diantara matanya,  kantung mata tebal, bibirnya pecah-pecah.

 “Ni orang kapan sih terakhir kali mandi? atau setidaknya, minum deh?” Kasian banget, dalam hati aku berkata. Memang tugas dokter itu berat banget. Menyita waktu, dan bahkan sedikit tidak manusiawi.

Dari percakapan yang ia lakukan bersama kakak perempuanku, terdengar bahwa organ vital ibuku sudah banyak yang rusak. Jantungnya, lambungnya, dan beberapa sistim pernapasan yang tersendat menjadi alasan ibu terbaring koma.

 Dengan berat hati, aku menghela napas pedih mendengar itu. Pada akhirnya, wanita terkuat dalam semestaku tumbang juga. Dikalahkan oleh komplikasi penyakit.

Aku lemas, hatiku mendadak kosong. Rasa takut seketika menerpa. Aku menengok ke balik ruangan kaca tak jauh dari lensa mataku.

Ibu terbaring lemah di sana. Selang menjuntai menjerati seluruh tubuhnya. Alat bantu hidup. Sialan, bahkan hidupnya kini bergantung pada seonggok mesin.

“Boleh kok, mau masuk ke ruangan ya?” Dokter itu bertanya, mengagetkanku. Dari suaranya yang tegas, sepertinya sang dokter memang tipikal ambisius sampai melupakan kehidupan romansanya. Tetapi setidaknya ia peka terhadap situasi di sekitarnya, melihat anak gadis menatapi ibunya yang tengah koma, dokter itu menawarkan untuk memasuki ruang ICU bersamanya. Aku cukup berterimakasih tentang itu. 

Namun aku menggeleng. Gila kau? Rutukku dalam hati. Jangankan mendekati Ibu saat kondisi begitu, mendengar ia tak bisa bernapas lega dalam tidurnya sajapun, sudah cukup menyiksaku !

Tetapi kemudian, aku menyadari bahwa penolakanku tersebut. Merupakan hal terbesar yang kusesali setelahnya, sebuah ketololan yang pernah kulakukan dalam hidupku. Demi apapun aku menyesal.

Teori orang bisa mendengarkan suara saat sedang koma, benar adanya. Beberapa orang pernah mengalami itu, dan para peneliti banyak membenarkan.

Andai pada saat itu aku tidak pengecut. Aku tidak berkutat pada egoisme. Semua penyesalan ini tentu takkan pernah menghantui hari-hariku.

Jika boleh mengulang waktu, aku ingin  berbicara pada Ibuku. Dalam komanya.

Mah, kapan sembuh? Aku janji bakal nyuci baju, nyuci piring, beres-beres rumah. Pokoknya mamah tinggal nonton drakor aja, pulang sekolah rebahan.

Mah, maafin aku karena selama ini sudah menjadi beban terbesar dalam hidupmu. I LOVE YOU.

Setidaknya, jika Ibuku tak mendengar apa yang kukatakan. Tuhan masih bisa menjadi perantara.

Goblok banget sukma.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film The Vanished (2018) ; Kisah balas dendam terniat

Review Film The Villagers (2019) ; Misteri Skandal Besar di Kota Kecil