Review Film MARA (2018) ; Memecahkan Teror Dari Fenomena Ketindihan


Sutradara : Clive Tonge

Penulis Naskah : Jonathan Frank

Distributor : Saban Films

Pemeran : ( Dikutip dari Wikipedia ya, karena gue lagi malas ngetik)
·  Olga Kurylenko as Kate Fuller, a criminal psychologist
·  Lance E. Nichols as Detective McCarthy
·  Craig Conway as Dougie
·  Javier Botet as Mara
·  Rosie Fellner as Helena
·  Mackenzie Imsand as Sophie
·  Mitch Eakins as Dr. Ellis
·  Melissa Bolona as Carly
·  Marcus W. Weathersby as Saul
Durasi : 120 menit.


Sinopsis Singkat.

                Mengambil judul dengan nama utama objek dalam film. Mara akan berkisah tentang misteri dibalik kematian-kematian janggal yang terjadi secara beruntun dalam beberapa pekan terakhir.

                Dimulai dari seorang lelaki bernama Matthew, ia ditemukan tewas dalam kondisi aneh dan tak bisa dijelaskan secara hukum. Karena melihat dari bagaimana caranya mati, itu seperti pembunuhan. Namun kepolisan sekalipun kesulitan menemukan pembunuhnya jika memang itu merupakan kasus pembunuhan.

                Kemudian, ditugaskanlah seorang psikolog dalam mengusut tuntas penyebab sebenarnya dalam kacamata psokologi. Seorang saksi yang tak lain merupakan anak dan istri korban mengatakan sesuatu yang tak bisa dimengerti. Mereka berkata bahwa Matthew dibunuh oleh iblis jahat bernama Mara. Dan sebagai psikolog yang menilai segala sesuatu berdasarkan ilmu yang bersangkutan, Kate Fuller –nama psikolog itu- lalu menyimpulkan bahwa istri korban mengalami depresi dan harus di bawa kepusat  rumah sakit jiwa.

                Dari sana, sesuatu yang awalnya wanita ahli psikologi itu anggap sebagai sebentuk ketidakwarasan. Perlahan mulai terasa semakin nyata, setelah dirinya menjadi target selanjutnya dari iblis bernama Mara.

Review.

                Sebenarnya, gue sangat tertarik pada premis yang disajikan dalam film ini. Mengangkat fenomena populer yang siapapun pasti pernah mengalaminya, membuat Mara sanggup menarik perhatian dalam sekali duduk nonton trailernya.

                Namun, setelah menonton utuh filmnya. Gue merasa sedikit kecewa karena ternyata, keseluruhan cerita sama sekali berbeda dengan trailer dan sinopsis yang digembar-gemborkan selama masa menjelang tayangnya.

                Pada paruh pertama film, alur berjalan dengan cukup lambat sebagaimana film misteri memulai jalinan ceritanya. Pada bagian ini, film terasa seperti genre kriminal thriller biasa.

                Memasuki paruh kedua, kasus misterius kematian janggal tersebut mulai menemukan titik temu. Pada bagian ini, gue baru mendapatkan suasana horror atmosferik selama sosok Mara tersebut menampakan diri kepada Kate. Walaupun  jujur sih.  Dua paruh pertama Film benar-benar berjalan sangat lambat, membosankan, dan bikin jenuh karena seperti akan terjadi apa-apa padahal tidak.

                Barulah di paruh terakhir cerita. Semua misteri yang selama satu jam terakhir membuat penasaran, mulai diungkap. Kate pada akhirnya berhasil menemukan apa hubungan antara semua kematian korban dengan sosok Mara. Alasan yang sebenarnya cukup bagus sih menurut gue, istilahnya nggak terlalu mengada-ngada alias terkesan sebagai alasan yang alamiah sekali.

                Gue merasa cukup terobati kala alasan demi alasan berhasil dihubungkan. Pikir gue, tak apalah rada sedikit bosan selama beberapa puluh menit terakhir. Karena toh pada bagian itu, memang cukup seperti sebuah kejutan dari sekian kejenuhan yang menggerogoti gue sebelumnya.

                Eh, sayang seribu sayang. Ekspektasi yang semula berhasil gue bangun kembali untuk akhir cerita pada akhirnya runtuh lagi berkat ending enggak banget yang anehnya juga cukup memberikan kesan ambigu terhadap perasaan gue kemudian.

Setelah perjuangan Kate menyematkan tokoh terakhir dari kematian sebelum dirinya, gue kira film akan berakhir keren dengan tokoh utama yang berhasil mengalahkan entitas jahat tersebut. Tahunya kok begitu ya?!

                Mengetahui endingnya ternyata seperti itu. Dalam hati gue merutuk, super menyesal karena merasa satu jam setengah gue yang berharga terbuang percuma. Namun setelah direnungkan kembali. Gue juga merasa bahwa ending film ini cukup bagus mengingat ia melibatkan sisi dramatis tokoh utama kate yang tidak bisa melepaskan diri dari rasa penyesalan terhadap kematian ibunya yang pada akhirnya menjerat wanita itu dalam pusaran teror Mara.

                Untuk sinematografinya sendiri, Mara punya beberapa momentum cantik. Misalnya saat kate sedang lari pagi, kamera melakukan teknik pengambilan gambar yang mulus dan cukup memanjakan lensa mata.. Juga saat perguliran adegan, ada beberapa sorot kamera yang dengan elegannya mampu mengambil pemandangan kota yang panoramik.

                Untungnya lagi, aktris utama yakni Olga Kurylenko berhasil membuat  gue menjadi lebih bersabar dalam menghadapi rasa bosan yang dihadirkan dalam film Mara ini. Dia menghadirkan rasa takut yang nyata. Senyata  sensasi menyeramkan kala seseorang mengalami fenomena ketindihan.

                Eh, tapi nih ya. Ngomongin tentang sosok iblis bernama Mara itu sendiri. Awalnya gue kira sosok itu bakal menakutkan sebagaimana sosok yang pernah gue temui saat mengalami ketindihan. Namun ternyata, dia sama sekali tidak menakutkan. Itu juga yang membuat Mara gagal menjadi film horror dengan sosok hantu membekas dalam ingatan.

2,5 / 5 Bintang.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film METAMORPHOSIS (2019) ; Tipu Muslihat Lelembut Khas Korea

Review Film The Villagers (2019) ; Misteri Skandal Besar di Kota Kecil