Review Novel THE PERFECT HUSBAND ; Akhir Romansa Rumit Ayla Hantara Muhti



Penulis : Indah Riyana

Penyunting : Letitia Wijaya

Desain Sampul : Kiky

Penerbit : Romancious

Ilustrasi dan Foto : Shutterstock

Tahun Terbit : 2016

Jumlah Halaman : 576 hlm

Blurb :

                Dia yang mencintaiku, tetapi aku justru mengabaikannya. Ayla adalah mahasiswi abadi, masih berkutat dengan skripsinya pada saat teman-temannya lulus kuliah. Selain masalah akademisnya, semua terasa baik-baik saja. Ada Ando, sang kekasih yang tak penah ia kenalkan pada papanya. Ada Viana dan Dilan, dua sahabat baiknya yang benar-benar gila.

                Mencintaimu itu bagaikan terbang mengendarai pesawat. Memiliki tanggung jawab yang besar dengan tingkat risiko yang sangat tinggi. Berbekal wasiat mendiang papanya, Arsen mendatangi gadis itu dan ingin menikahinya. Walau ia ditolak mentah-mentah, tapi ia tidak menyerah. Ia akan selalau bersabar dan terus berjuang untuk meluluhkan hati si singa betina itu. Karena ‘sabar’ adalah nama belakangnya.

                Karena perasaan orang yang sudah kecewa, akan sulit diobati. Menikah tidak menjadikan mereka bebas dari masalah. Saat mereka sudah melangkahkan kaki bersama sebagai pasangan suami-istri, saat itulah ujian demi ujian menghadang mereka. Sanggupkah mereka melewatinya bersama walaupun pernikahan itu terjadi bukan atas dasar cinta?

Review.

Kekurangan :

·              Cover 



Sebagai jenis pembaca yang seringkali memasukan unsur estetika sampul novel kedalam pertimbangan membeli novel, sudah pasti gue tidak akan terlalu tertarik pada The Perfect Husband ini. Karena mohon maaf sekali. Gue tidak cukup suka pada cover yang membungkus novel ini. Hanya ada sesosok pria berpakaian pilot, yang bahkan saat gue membaca kemudian dia justru bukanlah pria sama yang ada dalam imajinasi gue selaku pembaca.

·         Cerita

Memulai ceritanya dengan mengenalkan tokoh Ayla, seorang gadis yang hidupnya serba cukup dan mudah. Tiba- tiba harus di paksa menikah dengan calon pilihan keluarganya, sementara ia sendiri sudah punya pacar dan mencintai lelaki idamannya tersebut. Intinya, cerita novel ini tentang perjodohan. Sebuah premis yang sejak beberapa tahun lalu sudah berserakan di kancah literasi Indonesia.

Gue sendiri sebenarnya tidak terlalu suka jenis premis seperti itu. Yang kolot, dan memang sudah membosankan. Namun, setelah membacanya. Gue sama sekali tidak menyesal telah menghabiskan empat jam melahap kisah romansa sepasang suami-istri korban- Ayla- perjodohan ini.

Itu semua berkat kepiawaian penulis membungkus sesuatu yang sudah banyak di angkat menjadi lebih bernyawa dan cukup memorable hingga mampu berbeda dari yang lain. Walaupun, secara keseluruhan novel ini sangat sederhana dan tak memiliki sesuatu yang istimewa selayaknya pembaca berharap banyak pada saat baru membaca Blurb di toko buku.

Kelebihan :

·         Karakterisasi

Dari sekian banyak hal yang dapat dibahas dari novel ini. Salah tiga yang sangat gue sukai dari The Perfect Husband, adalah penulis begitu handal mengembangkan setiap karakter yang menjadi bagian dari cerita.

Gue merasa mereka benar-benar ada dan hidup dalam benak. Membuat gue terpana dan kagum karena penulis berhasil mengenalkan baik karakter utama maupun pembantu dengan sangat mulus dan tanpa menjelaskan mereka terlalu banyak.

Ehm, bagaimana ya. Jadi begini... Pernah suatu hari gue membaca kiat-kiat menulis dari penulis kawakan. Beliau  mengatakan, buatlah karakter berkembang lewat cerita. Tidak melulu harus dengan deskripsi tentang ciri-ciri fisik berlebihan, bahkan masih harus juga menjelaskan sikap dan sifatnya seperti apa. Buat karakter itu dikenal secara alami, melalui alur cerita sehingga tanpa disadari pembaca mengenal mereka begitu saja dengan kesimpulan yang dirinya buat sendiri.

        Nah, Kak Indah Riyana. Menurut gue adalah salah satu penulis yang berhasil memakai metode tersebut. Ia tidak repot menjelaskan karakter Ayla itu seperti apa. Karena tanpa begitupun, gue perlahan paham bahwa Ayla adalah sosok gadis yang bebal, pemarah, keras kepala, dan urakan. Begitupun dengan karakter Arsen yang memikat hati, sampai tokoh arsen benar-benar melekat dalam ingatan.

Penulis juga gue rasa masih memijak bumi dengan bijak. Menciptakan nama yang masih normal dan banyak ditemukan dalam lingkungan sekitar. Tidak neko-neko dan aneh tentang latar belakang mereka. Seperti sempurna, padahal setelah membaca cukup jauh. Kedua tokoh utama itu juga masih punya kekurangan.

Nah, dari sini. Gue jadi ingat  lagi apa kata Bang Raditya Dika tentang poin karakterisasi yang pernah ia bahas dalam satu sesi kepenulisan.

“ Menciptakan Karakter yang normal. Artinya dia harus punya kelemahan juga, karena superhero sekalipun masih punya kelemahan. Selain itu karakter juga harus mampu menggambarkan keseluruhan cerita. Dan tak lupa buatlah karakter tersebut berubah, hingga yang terakhir pakailah nama yang biasa saja.”

Walaupun sudah banyak penulis yang memenuhi kriteria tersebut. Gue pikir, kak Indah layak menjadi salah satunya.

·         Setting lokal yang terasa dekat dan nyata

Sebagai penulis pemula. Gue sendiri cukup kelimpungan kala harus menciptakan setting tempat yang dapat dengan mudah pembaca visualkan lewat imajinasinya.

Tapi penulis novel ini berhasil melakukannya. Deskripsi Kak Indah itu rapih dan nyaman saat dibaca, dan hal tersebut membuat gue dengan mudah membayangkan rumah Ayla, rumah nenek Arsen, Apartemen Arsen, Rumah sakit, Panti asuhan, kafe, kampus, pesawat, dan lainnya sebab sukses dituturkan dengan baik.

·           Gaya bahasa yang renyah dan nyaman 



Awalnya cukup sulit membaca novel ini. Karena pertemuan antar tokoh utama yang bikin gue langsung ilfeel dan enggan melanjutkan. Ditambah ceritanya yang sederhana dan mudah ditebak.

Namun, sekali lagi penulis berhasil menyelamatkan semua itu dengan bakat menulisnya. Yang gue yakini sih hasil dari dia sering berlatih – pasti- karena memang sudah ketahuan kok, mana penulis yang sudah lama dan banyak menulis dan mana yang belum.

Bila dijelaskan. Saat membaca novel ini, rasanya persis seperti sedang ada sebuah film yang berputar dalam benak. Nggak random, runut, rapih, dan tak seperti banyak yang di skip. Walaupun, pada bagian akhir-akhir bab. Gue mulai merasakan gejala tersebut meski kadarnya bisa ditoleril .

Berkat itu juga. Dibeberapa dialog, gue tanpa sengaja menitikan air mata. Tentu saja, itu karena usaha penulis berhasil menciptakan tokoh seperti benar-benar bernyawa dan hadir diantara pembaca. Menarik untuk ikut masuk pada suasana yang menyedihkan karena konflik yang memanas. 

Keseluruhan, novel ini boleh direkomendasikan. Gue pribadi berpikir begitu. Tapinya, tentu bukan untuk jenis pembaca yang menyukai hal-hal klasik seperti ini.

3,5/ 5 Bintang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film METAMORPHOSIS (2019) ; Tipu Muslihat Lelembut Khas Korea

Review Film The Villagers (2019) ; Misteri Skandal Besar di Kota Kecil