Review Film Last Summer ( 2018) ; Heartbreaking
Sutradara : Jon Jones
Penulis Naskah : Jon Jones
Pemeran :
Noa Thomas Sebagai Davy Davies
Gruffydd Sebagai Iwan Davies
Rowan Jones Sebagai Rhys Morris
Cristhoper Bening Sebagai Robbie Morris
Steffan Cennydd Sebagai Kevin Morris
Distributor : casm Films
Durasi : 90 Menit
Tentang :
Empat
sekawan selalu berbahagia kala musim panas tiba. Keempatnya akan disibukan oleh
berbagai kegiatan petualangan mereka di hutan. Kadang berburu ikan, atau satu
waktu hanya duduk santai mengamati kawanan domba peternakan.
Mereka hidup
di pedesaan sederhana. Yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan
peternak. Hanya ada beberapa yang bekerja kantoran di kota, seperti Ayah dua
bersaudara Davy dan Iwan Davies.
Sayang
seribu sayang, mereka harus rela menghadapi kenyataan ketika itulah summer
terakhir mereka sebagai sahabat tatkala sebuah tragedi yang menimpa dua saudara
lain ; Robbie dan Rhys Morris.
Merekapun
berpisah...
Review :
Jangan
menaruh ekspektasi besar pada film ini. Sebenarnya ia tak terlalu spesial. Dari
posternya saja, ia sudah tampak biasa saja. Ternyata benar, sepanjang durasi
film semuanya terbukti. Premis ceritanya sangat tipis. Hingga ketika untuk
terakhir kali penonton mengharapkan akan ada yang spesial darinya, ternyata
masih tidak ada apapun.
Namun,
percayalah. Lebih dari itu, Last Summer begitu memesona dengan jalinan plot serta
karakterisasi yang solid. Dipadukan oleh sinematografi mumpuni, ia tetap dapat
memberikan sajian berarti bagi penikmatnya.
Berbicara
tentang setting. Cerita berpusat pada tahun 1970-an yang berhasil digambarkan
dengan begitu sempurna dan detail. Semua tak perlu dijelaskan lewat title,
penonton sudah dapat memahami bahwa mereka hidup pada masa-masa lawas.
Untuk
ceritanya, jujur memang kurang. Namun sukses dieksekusi dengan matang dan
bijaksana. Film ini benar-benar menampilkan rumitnya kehidupan orang dewasa
dalam sudut pandang anak kecil. Bagaimana orang yang melabeli dirinya sebagai
orang dewasa justru tidak lebih dewasa dari anak kecil itu sendiri.
Keluguan dan
rasa setia tinggi satu sama lain membuat mereka dapat menyelesaikan
kesalahpahaman yang tak bisa dijelaskan oleh orang dewasa secara rinci. Empat
sekawan hanya saling membuka hati ala-ala anak kecil. Saling jujur agar tak ada
lagi kesalahpahaman dalam bathin mereka tentang tragedi tersebut.
Yang gue
suka dari film ini, bagaimana semua tragedi dibalut dengan begitu implisit.
Setiap dialog berbalut kode, adegan tanpa dialog yang samar-samar barulah gue
sadari sebagai jalinan cerita, lalu satu dan dua bahasa tubuh yang menyayat
perasaan.
Tentang
persahabatan yang murni dan mengesankan. Juga tentang brothership yang menguras
air mata. Oh, betapa indahnya.
3 / 5 Bintang.
Komentar
Posting Komentar