Review Film The Feanut Butter Falcon (2019) ; Drama Super Ciamik Tentang Mimpi Seorang Down Syndrome




Sutradara : Tyler Nilson

Penulis Naskah : Michael Schwartz

Pemeran :

Shia Labeouf Sebagai Tyler
Zack Gottsagen Sebagai Zak
Dakota Jhonson Sebagai Eleanor

Distributor : Roadside Attactions

Durasi : 98 Menit

Tentang :

                Zak, adalah pria pengidap down syndrom yang ditelantarkan keluarganya. Dia kemudian diurusi oleh pemerintah dan dimasukan ke panti jompo. Dibawah tanggung jawab wanita bernama Elianor, Zak terus diawasi seperti seorang tahanan lapas. Tak diizinkan sedetikpun baginya untuk menghirup udara bebas.

Diam-diam Zak punya rencana melarikan diri dari tempat yang memang sejak awal bukan untukny itu. Dia ingin menjadi seorang pegulat profesional seperti Idolanya. Dia ingin bertemu dengan sang idola dan memperlajari teknik-teknik gulat itu secara langsung.

Pelariannya membawa Zak bertemu dengan seorang lelaki yang juga melarikan diri dalam arti tidak sebenarnya.  Secara alami mereka berteman dan berakhir menjadi sahabat baik.

                Apakah Zak mampu menggapai mimpinya? Atau barangkali Tuhan sangat monoton dengan memberikan skenario hidup datar padanya, seperti biasa.


Review :

                Pada masa penayangannya, film ini berhasil mengambil hati para pengulas dan kritikus film. Walaupun, untuk ukuran orang biasa saja- yang tak mengerti seluk beluk sinema- kita juga tentu akan dibuat sama terharunya oleh The Feanut Butter Falcon ini.

                Pertama, film ini mengangkat isu kemanusiaan yang jarang sekali orang-orang pekai. Kemanusiaan yang tidak hanya berpusat pada konflik, dan kekerasan manusia. Coba ingat lagi, apakah selama ini kita sering tidak toleran terhadap orang-orang dengan down Syndrome?

                Gue pribadi sih jujur biasa saja. Untuk ukuran toleran pada mereka, anggap saja iya. Karena selama bertemu dengan para penderita, gue tidak pernah menunjukan ketertarikan berlebih seolah mereka menarik karena perbedaan tersebut.  Tapi kalau dibilang enggak rasis dan gak sopan, gue gak pernah nganggap mereka (maaf) bodoh dan idiot sebagai mana orang-orang sering memanggil Zak demikian. Cuma, kayak yaudah mereka emang beda. Udah gitu aja.

Film ini memosisikan sebagai sudut pandang dunia yang berbeda. Yang mau memandang orang-orang seperti Zak secara lebih manusiawi. Yang tidak baru melihat saja sudah menganggap “ Eh, memang orang sepertimu bisa apa?” “ “ Jangan dekat-dekat air, nanti kamu jatuh” “ Jangan dekat-dekat api, nanti kamu terbakar” Seolah semua itu adalah keterbatasan dasar paripurna para pengidap.

Yang menjadi sudut pandang demikian adalah Eleanor, pengasuh Zak di panti. Dia selalu memperlakukan pemuda itu selayaknya bayi. Tak pernah mengizinkannya keluar dunia yang berbahaya dan kejam.

Sementara tokoh Tyler adalah kebalikannya. Yang membolehkan semua hal yang ingin Zak lakukan sejak pertemuan pertama mereka. Lambat laun, Zak jadi memahami dirinya, dunia, dan apa-apa saja yang boleh dirinya lampaui batas. Zak belajar banyak hal dari metode yang Tyler ajarkan padanya.

Film ini adalah sebentuk drama paling mengesankan sepanjang tahun ini. Drama yang sangat dekat dan realistis dengan kehidupan sehari—hari kita. Bahkan sebelum merasa tergurui, kita sudah mulai paham akan kemana arah perjalanan mereka menemukan pemaknaan terhadap esensi hidup.

Yang patut semakin dihargai dari sineas film ini. Mereka memakai aktor yang memang mengidap Down Syndrome alih-alih mengangkat aktor ternama. Tidak perlu lagi rasanya repot-repot berlagak Down Syndrome untuk menghadirkan nuansa dramatis dan menyentuh hati. Zack mampu melakukan semua itu dengan baik. Menyuntikan ruh sesungguhnya  film itu sendiri.

Sinematografinya gak kalah keren. Sepanjang durasi, rasanya seperti dimanjakan oleh pemandangan belahan bumi sana. Keindahan alam khas tempat tinggal orang bule.

Overall, film ini berhasil menyentuh setiap karsa dalam diri seorang manusia. 4,5 / 5 Bintang .
                 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film The Villagers (2019) ; Misteri Skandal Besar di Kota Kecil

Review Film 7 Alasan Mengapa The Handmaiden (2018) Begitu Memesona