Review Film A Litte Princess (2020) ; Menjadi Miskin dan Tua Itu Menyedihkan, Tapi Tidak Selalu
Sutradara : Heo In moo
Penulis Naskah : Im Hee Cheol
Pemeran :
Kim Soo Ah Sebagai Na Gong Joo
Na Moon Hee Sebagai Nenek
Distributor : MEGABOX PLUS M
Durasi :
Tentang
:
Na Gong Joo, satu dari sekian anak yang nasibnya
apes banget. Udah mah miskin, terus emaknya meninggal. Habis itu, dia
diserahkan hak asuhnya ke neneknya yang juga miskin. Dan akhirnya, pusaran
kemiskinan itu tetap merenggut kehidupan sehari-hari si gadis kecil.
Tragedi
terus menerpa kehidupan Gong Joo yang malang. Nasibnya tidak secantik dan
jelita namanya. Gong Joo berarti tuan putri. Namun, kesehariannya disesaki oleh
sindiran pedih dari sudut pandang orang-orang miskin. Meski demikian, Gong Joo
tetap memiliki keceriaan. Ia juga tetap punya mimpi yang agung. Itulah Gong
Joo. Si Tuan putri.
Review :
Kemarin, gue baru saja menonton peninsula. Yang
sayangnya, sangat amat mengecewakan. Semua orang setuju tentang itu. Gue jadi
enggak ngerti, mengapa mereka harus membuat sekuel yang justru malah merusak
citra film pertamanya.
Lalu
secara random, gue jadi penasaran gimana kabar anaknya mas Gong Yoo yang selalu
jadi sorotan di film Train To Busan itu. Apakah dia udah gede, apakah masih
main film, apakah justru terjun ke dunia drama?
Inilah
jawabannya. Gue nyari referensi film sedih yang enggak gimana-gimana banget.
Yang bisa gue saksikan dengan ekspektasi ringan. Tetapi berkesan setelahnya.
Dari jajaran cast, ternyata sosok anak Gong Yoo yang gue cari berhasil jadi
pemeran utama.
Film
ini enggak bakal ngasih gelaran cerita yang apik. Bahkan, ini ceritanya tuh
masuk dalam kategori biasa aja cenderung membosankan. Kita dituntut buat
ngikutin bagaimana seorang Na Gong Joo bertarung dengan takdir hidupnya. Hanya
sebatas itu.
Mengangkat
kisah lain dari negeri Ginseng. Yakni kelas sosial menengah ke bawah. Film ini
bikin orang dasar, dan ngeuh bahwa ada kehidupan lain di korea selatan.
Kehidupan yang enggak melulu tentang kemajuan teknologi, kemudahan akses hidup,
relasi bagus, dan konsep hidup menyenangkan lainnya secara nyata ter[angpang
gamblang di sana.
Seperti
bumi dan langit. Kondisi hidup Gong Joo dan neneknya. Seolah merepresentasikan
kesenjangan sosial antara yang ditampakan oleh Industri dramanya. Yang kita
tahu, kalau di drama. Semuanya kayak serba ada, selalu ditampilkan yang
bagus-bagusnya saja.
Secara
garis besar. Film ini tidak terlalu yang bagaimana banget. Cukup menceritakan
seputaran kisah yang relate dengan kehidupan orang korea sehari-hari. Yang
enggak semua kaya itu tadi. Namun buat gue, ini bahkan lebih bagus daripada
sekadar menggelontorkan uang buat film sekuel yang ujung-ujungnya malah
menghancurkan reputasi film pertamanya.
Kita
patut mengacungkan jempol kepada Kim Soo Ah, yang disini penampilannya
terlampau cemerlang. Memerankan anak kecil yang miskin, bahasa tubuhnya
mewakili semua dialog paling menyedihkan yang pernah ada dalam film. Gue nangis
bahkan sebelum dia melakukan dialognya. Pemakaian aksen daerah, bikin dia
menonjol dibanding penampilannya di film lain. Meski terkadang, gue ngerasa
aneh aja, karakterisasi buat tokoh dia terasa sangat dewasa. Padahal masih SD,
mungkin dialognya terlalu dewasa untuk ukuran anak kecil macam dia. Walaupun,
tetap masuk akal juga sih. Secara kan dia korban rumah tangga emak bapaknya
yang berantakan.
Bagian
paling gue suka dari film ini, meski si karakter utama digambarkan sebagai anak
kecil yang tumbuh dewasa sebelum waktunya. Namun karakter di sekelilingnya,
seperti anak kecil cowok yang naksir ke Gong Joo sama temen sekelasnya yang
selalu iri sama Gong Joo, bikin kedewasaan si Gong Joo ini masih tetap bisa
terkendali oleh kepolosan dan keimutan dua karakter tersebut.
Punya
ending yang bisa ketebak. Anehnya, film ini tetap memberikan kesan yang
dramatis. Nangis bombai adalah hal pertama yang akan terjadi pada durasi
detik-detik terakhir kita menonton film ini.
3, 5 / 5 Bintang.
Komentar
Posting Komentar