Review Buku Rentang Kisah




Penulis : Gita Savitri Devi 
Editor : Ry Azzura 
Penerbit : Gagas media 
Tebal halaman : 207 Halaman 

Gue sudah lama pengin baca buku pertama Kak Gitsav ini, namun karena terkendala bajet buat beli buku. Akhirnya gue baru kesampean baca pas udah masuk cetakan ke-empat, itupun hasil minjem. Gakpapalah ya, dari pada nggak sama sekali. 

      Banyak hal yang ingin gue komentari mengenai buku ini. Meskipun sebenarnya nggak penting-penting banget. Tapi gue selalu memegang teguh prinsip seorang pembaca, dimana salah satu bentuk menghargai karya orang lain adalah dengan membelinya (Baca : Gue sih menjem ya. Tapi kan tetap aja yang minjemin buku ke gue mah beli, yakan? ) *masang muka nggak berdosa. Dan tentu saja mengulasnya. 


Pertama yang pengin gue bahas adalah masalah sampul. Gue sangat berterimakasih kepada mas Agung Nurnugroho yang bersedia mendesain cover buku ini. Mas, hasil kerja anda begitu memuaskan. Desain anda berpengaruh besar terhadap kesan yang timbul pada buku. Kesannya jadi mewah, dan rasanya keren kalau buku kak Gita ini jadi pajangan paling depan koleksi di rak buku. 

       Terus, masalah isi. Baiklah, mungkin gue harus jujur  kalau soal yang satu ini. Jujur, gue sedikit kecewa dengan cerita yang di hadirkan dalam Buku Rentang Kisah. Kenapa? Karena harapan gue sudah terlanjur tinggi, gue sudah membayangkan berbagai keseruan yang akan di ulas kak gita selama merantau di jerman. Bertemu lingkungan dan orang-orang baru. 

      Tapi, mohon maaf kak. Selain bab yang nyeritain proses mualaf ka paul, sisa dari cerita yang ingin kak gita sampaikan pada pembaca rasanya kurang maknyus. Maksud gue, kurang aja gitu. Nggak dapet feel kerennya. Hehehe 

      Namun gue nggak bilang kalau buku ini jelek loh ya, gue hanya merasa kurang seru saja. Tapi untungnya, setiap bab masih memberi banyak masukan dan pelajaran, setiap kalimat yang kak gita tulis juga tetap menginspirasi. Terlebih ketika kak gita menjadikan kesalahan di masa lalunya sebagai contoh real untuk petuah-petuah motivasi  yang tersemat di bagian akhir tersebut. 

        Ada satu bagian yang membuat gue senyam-senyum sendiri. Selama bagian itu, gue mikir keras bagaimana membayangkan wujud kak gita yang belum pake kerudung. Dan, beneran deh. Susahnya minta ampun. Gue nggak bisa bayangin kak gita yang masih ponian atau masih ngewarnain rambutnya. Haha (Malah tetap aja kebayangnya Kim Jiwon) 


        Dan lagi, pindah ke gaya bahasa. Gue sedikit menyayangkan. Kenapa di awal bab kak gita lebih milih menggunakan kata “Aku” ketimbang “Gue”? Apakah dengan menggunakan kata “Gue” akan langsung merusak keindahan cerita misalnya? Atau akan mengurangi feel pembaca? 

        Berhubung selama ini , baik di Vlog maupun di Blog, gue sudah nyaman dengan gaya bahasa yang kak gita pakai. Kata gue di situ rasanya udah melekat sebagai ciri khas seorang Gitasav. Hihihi

          Meng-Aku-kan diri sepanjang 161 halaman, nyatanya bikin mood membaca gue  menjadi sedikit kagok . Gue berasa nggak lagi baca tulisan Kak gita, dan mungkin yang makin nambah nggak nyaman lagi adalah gaya penulisannya yang juga belum serenyah tulisan tentang pengalaman hidup di buku-buku lain. (Tapi gue sadar, semua butuh proses) 


Eh, tapi keren ya. Kak gita masih tahap pemula aja udah sekeren itu tulisannya. Lah gue kemana aja? Emang gue udah senior atau pro ya? Wkwkwk

             Justru gue malah nyaman sama tiga bab terakhir yang kak gita masukin ke buku Rentang kisah ini. Disana, barulah kak gita seperti biasa pakai kata “Gue”. Sumpah demi gue yang tiba-tiba hapal password wifi tetangga, gue langsung nyaman bacanya saat itu juga. 


         Ohya. Setelah baca buku ini. Gue ngerasa bahwa makin banyak kesamaan antara gue dan kak gita. (Kecuali pinter Kimia sama cantiknya) *pembaca kayaknya puas banget ya? 


        Di tiga bab terakhir. Gue benar-benar setuju sama opini kak gita tentang orang-orang indonesia jaman sekarang ini. Juga tentang pengalamannya sebagai seorang introvert yang makin banyak bersosialisasi setelah merantau. 

        Lupakan tentang kekurangan yang ada. Gue sangat merekomendasikan buku ini untuk kalian yang masih mencari jati diri (Cieee, padahal gue sendiri juga masih nyari. Elaaah) Karena apa?. Apalagi kalau bukan karena isi buku ini sangat inspiratif. Cocok banget sebagai “camilan sehat” bagi generasi muda. (3,5 / 5 Bintang ) 



Teruntuk Kak Gitsav. 

    Makasih ya kak. Sudah jadi cantik. HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAA 
Kenapa kamu sangat cantik kak? Cantik luar dalam. 
 *Kak gita pasti bakal pingsan kalau tahu gue cewek


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film The Villagers (2019) ; Misteri Skandal Besar di Kota Kecil

Review Film 7 Alasan Mengapa The Handmaiden (2018) Begitu Memesona