Review Film TELL ME WHO I AM (2019) ; Kisah Tragis Saudara Kembar Yang Memikat Hati










Review Film
TELL ME WHO I AM  (2019) ;  Kisah Tragis Saudara Kembar Yang Memikat Hati


Sutradara : Ed Perkins
Penulis Naskah : Simon Chinn
Pemeran :
Alex Lewis
Marcus Lewis
Distributor : Netflix
Durasi : 86 Menit

Tentang :

            Seorang remaja mengami masa-masa kritis setelah menjadi korban kecelakaan tunggal. Dan setelah melewati phase kritis yang bisa saja merenggut nyawanya, Tuhan ternyata memberikan kesempatan pada si pemuda untuk siuman dan menjalani kehidupan kedua.

            Tidak ada yang kurang dari fisiknya. Semua masih dalam kondisi normal dan baik-baik saja. Namun, satu-satunya yang hilang dari dirinya adalah ingatannya. Pemuda itu kehilangan memori hidupnya selama delapan belas tahun terakhir.

            Ia sempat khawatir tidak bisa melanjutkan hidup. Namun, saudara kembarnya berhasil membuat pemuda itu bangkit dari keterpurukan. Dengan dalih, banyak lubang kebohongan yang sengaja saudaranya gali demi menyelamatkan hidupnya yang baru.

Review :
            Jujur, gue tidak pernah menonton film seemosional ini. Serasa seperti sedang melakukan ritual pengurasan air mata hingga kering kerontang. Dengan gaya bercerita lewat sudut pandang orang pertama. Cerita yang berdasarkan kisah nyata. Terdokumentasikan secara nyata dan penuh drama. TELL ME WHO I AM, Sukses memberikan pengalaman menonton luar biasa bagi gue pribadi. Sensasi yang tidak akan pernah gue lupakan seumur hidup. ( Lebay amat)

            Tapi seriusan deh. Baik secara teknik maupun presentasi. Film ini merupakan sebentuk terobosan lain dari film dokumenter. Tentang sepasang saudara kembar yang salah satu diantara mereka kehilangan ingatannya. Lalu si kembaran berusaha menciptakan ingatan baru yang berada dalam batas fantasi remaja lainnya, masa kecil yang bahagia, Ibu yang penyayang dan baik hati, serta Ayah yang layak menjadi panutan. Itu rasanya sudah menarik banget kan ya? Apalagi bila kemudian kita sadar bahwa film ini adalah dokumenter, yang artinya, semua kisah yang dinarasikan adalah sebentuk kenyataan. Yang mana, memang terasa sangat pilu dan tragis.

            Btw, gue emang kan jarang banget mengonsumsi film dengan teknik yang kayak elu nyimak kamera sebagai lensa mata karakter utama. Dan itu terasa cukup baru buat gue pribadi. Unik aja gitu. Apalagi kilasan adegan tanpa dialog itu juga indah minta ampun. Jangan mentang-mentang film dokumenter non tokoh besar, jadi dibuat ngasal aja, malah sebaliknya film ini terasa sangat berkelas dengan teknik pengambilan gambar ciamik tersebut.

            Narasi yang dibuat lebih interaktif namun tetap mendayu dan berada dalam batas ranah sastra, juga bikin film ini enak banget buat tetap disimak. Gue pribadi seperti sedang mengobrol dengan seseorang. Dia menceritakan segala keluh kesahnya pada gue, dan lambat laun, seiring dengan penuturannya yang kian kompleks, gue manangis mendapati kisahnya berubah jadi kian sedih. Suasana tiba-tiba menjadi mengharu biru. Sakit banget hati gue.

            Metode ploting yang dibagi menjadi tiga bagian itu juga menurut gue, rapih dan runut banget sih. Bagaimana cerita berjalan dari sudut pandang Marcus, Alex, dan keduanya bikin cerita makin terasa dramatis karena secara enggak langsung ngasih suspensi hebat sekaligus plottwist tersendiri.
            Pokoknya, film ini mengandung banyak ranjau bom air mata di setiap titik penceritaannya. Yang tentu saja, sewaktu-waktu dapat meledak dan membuat penontonnya merasa teramat emosional untuk hanya menonton sebuah dokumentasi.

4, 5 / Bintang.
           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film The Villagers (2019) ; Misteri Skandal Besar di Kota Kecil

Review Drama Empress Ki