Sementara semua akan K-pop Pada Waktunya, Gue Malah Sudah Waktunya Pensiun

 






Konon, waktu memang sangat efektif mengubah seseorang menjadi dewasa, atau setidaknya berpura-pura bersikap dewasa. Meskipun, bagi gue pribadi, luka lara adalah yang terbaik dalam hal menjadi nahkoda nasib yang terus berlayar.

Dua tahun terakhir, gue terjebak dalam dua batas realitas tersebut. Disisi lain, gue tidak lagi melakukan hal-hal buruk khas remaja ingusan. Namun, kadang ngerasa sangat capek karena terus berlagak biasa saja tentang kelamnya kehidupan pasca ditinggal Ibunda.

Eh, tapi. Belakang ini, gue baru sadar. Ternyata segala rasa sedih tersebut ada hikmahnya juga. Jadi ceritanya, sejak mamah sakit dan otw ke rumah sakit, untuk kemudian tak pernah kembali lagi ke rumah. Kala itu, gue jarang megang laptop dan fangirling. Yakali, lagi sibuk jagain mamah sekaligus terkurung kesedihan, gue masih punya hasrat berk-pop ria? Ah, fix psikopat kalau iya begitu mah.

Awalnya, seminggu. Dua minggu. Sebulan. Dua Bulan. Hingga tanpa sempat gue sadari, waktu telah berlalu dan mulai menginjak tahun ke-dua kematian Ibunda.

Gue suatu hari buka youtube dan mendapati sangat banyak musik video baru dari grup yang dahulu gue cintai melebihi alam semesta dan seisinya ini.

Bahkan, gue kagum. Ada beberapa grup baru yang gue tidak paham lagi seberapa muda mereka semua. OMG, apa aing sudah jadi ahjuma, ya? Dalam hati, kaget karena usia mereka –yang paling tua aja- baru 19 tahun.

Ehm, biasa aja sih sebenarnya. Soalnya, industri hiburan korea memang begitu. Elu enggak buka internet sehari aja, udah ada puluhan remaja yang debut sebagai idol baru.

Sebenarnya, disini gue harus menggaris bawahi bahwa K-POP itu merupakan sebuah genre dari musik. Yang artinya, tidak salah gitu ya misalnya kalau ada orang yang suka mendengarkan musik ini. Sama halnya dengan, anak cowok yang suka dengerin rock, atau anak indie yang dengerin musik folk. Enggak ada yang beda, K-POP itu bukan sebuah bentuk lain dari apapun. Walaupun dewasa ini, banyak orang mengira, K-pop adalah agama saking banyak fans yang melenceng dan terlalu berlebihan.

Well, kalau ngomongin fanatik-nya sebuah fandom. Gue, jujur gak pernah merasakan ada di dalam batas menjadi seorang penggemar yang fanatik sih. Soalnya, selama menyelami dunia k-pop, hal konyol yang sering gue lakukan hanya sebatas menggunakan foto oppa sebagai wallpaper ponsel, dan nontonin video aja. Selebihnya, hapal nama dan lagu. Kagak pernah tuh, gue sampai hapal nama emak dan bapak-nya para idol. Tanggal lahir, sampai warna kesukaan mereka itu apa aja. Anjir, lah gue dikira sensus penduduk apa gimana?

Tetapi tidak gue pungkiri, bahwa pada masa menjelang akhir baligh. Gue seringkali menggunakan wajah para idol, sebagai visualisasi dari imajinasi liar sebagai cewek dewasa yang sudah waktunya menikah tetapi belum menemukan jodohnya. Gue pernah baca wattpad yadong, tapi lebih seringnya versi –ah, yaudahlah- karena hal tersebut gue akui seru untuk dilakukan sebagai pengisi kegabutan.

Meski risikonya, selain otak lu rusak karena penuh adegan kotor. Nanti di akhir hayat juga, elu bakal tetiba kaget mendapati timbangan dosa lu berat padahal selama ini kagak pernah berbuat zina, kriminal, dan dosa ringan apapun. Lah, orang dosanya berasal dari nonton sama baca yadong. hehe

Point tersebutlah, yang kemudian beberapa waktu terakhir gue sadari bahwa, K-pop sekarang sudah semakin ganas. Penggemar yang rata-rata masih anak sekolahan, dengan senang hati menulis layanan yadong dengan dalih Fanfiction (NCT KHUSUS DEWASA) (DIKAWIN BOS SEHUN) (MY POSESIF CEO) yang kalau elu baca, semua bab dan isi dialognya adalah hal yang bersinggungan dengan seksualitas. Di sana, ada adegan mesum, melecehkan, hingga penyerangan dan tindak bullying menjadi tema umum yang seringkali menghiasi dunia imajinasi para fangirl.

Gue tidak mempermasalahkan tema yang diangkat. Tetapi jujur, cukup ngeri sih. Ketika gue mendapati fakta bahwa penulis ternyata adalah seorang remaja yang masih duduk di bangku SMP, atau paling tua ya mungkin lagi SMA dan bingung mau masuk PTN ngambil jurusan apa, dan daripada bingung, yaudah deh bikin FF yadong aja biar enggak gabut.

Maksudnya ya, emang mereka tuh pernah merasakan hubungan seksual? Tahu apa mereka soal itu? Punya pacar aja kagak, nikah aja belom, apalagi ngelakuin begituan.

Mungkin, boleh jadi referensi adegan mesum yang mereka tulis itu hanya potongan adegan yang pernah mereka tonton di film semi. Syukur kalau misalnya tulisan mereka bagus dan bikin pembacanya ‘panas’ mah. Lah ini, panas kagak, mumet iya.

Coba bayangkan. Ada Lee Tae Yong sekolah di surabaya. Terus ada CEO, tapi kerjaannya Cuma pacaran sama sekretarisnya, terlebih ceweknya itu katanya enggak lulus SMA (Lah kok bisa masuk perusahaan sebagai sekretaris, ya?)

Miris memang miris. Tapi mau bagaimana lagi. Imajinasi para fans bikin produk esek-esek menjadi komoditas utama dunia orange tersebut. Bikin gue yang menulis cerita original dengan modal murni imajinasi dicampur riset mendalam, kalah telak. Sedih bangst.

Menurut gue nih, ya. K-pop itu bak buah simalakama (Meski gak tahu bentuk buah ini kayak gimana, tapi yaudah ya pakai aja istilah ini) sebab di sisi lain, banyak orang yang menjadi sukses berkat kpop. Ada yang bisa ke korea, debut sebagai penulis profesional dengan naskah k-fiksi, yang bisa nyanyi sukses jadi tukang cover lagu kpop, yang bisa nari sukses jadi boygrup dan girlgrup imitasi negeri ginseng. Selain menggambarkan kata kreatif dan produktif, apa lagi coba? (Kurang kerjaan) ehe

Dalam sisi lain, sudut pandang gue yang udah tua, ya itu dirasa kurang kerjaan sih. Tetapi pada masanya, hey, jangan salah. Para remaja yang melakukan semua itu, mampu menembus hal-hal yang selama ini mungkin menjerat hati dan jiwa mereka. Kebebasan berekspresi terkadang bisa datang dari mana saja, oleh siapa saja. Cuma, ya kalau lihatnya sekarang. Gue merasa kalau para pelakunya, emang beneran gabut deh. Kok bisa-bisanya joged di depan umum, kek udah berasa idol apa gimana. Keren sih, mereka narinya  bagus. Tapi agak aneh aja. Hehe  

Meski benar sekali. Buntut dari fanatisme fans kpop. Remaja sekarang jadi agak bar-bar. Berlebihan banget kalau menyangkut oppa kesayangannya. Ada yang menghamburkan uang, waktu, bahkan jiwanya buat si oppa. Dalih ‘gakpapa suka kpop, yang penting masih ingat Allah dan enggak ninggalin shalat’

Iya bener sih, elu enggak meninggalkan shalat. Tetapi gue yakin, isi hati dan pikiran elu, udah bukan Cuma ada Allah aja. Melainkan Jb, Jinyoung, Tae Yong, Tae Min, Bigbang, Winner, IKON, Blackpink, dan sederet grup lainnya. Yakin dah gue, ngaku lu. (Soalnya gue juga pernah begitu, haha)

Fenomena tersebut, lambat laun gue sadari ternyata cukup merusak keimanan. Pelakunya jadi lebih sering mantengin PC dan nonton oppa ketimbang melakukan ibadah selain shalat. (Maaf buat kalian yang tersinggung dengan pernyataan ini, tetapi benarkan apa yang gue bilang? Sebab gue juga pernah berada di posisi tersebut. Kita tidak menyangkalnya, bukan?)

K-pop ibarat boomerang buat para pelakunya. Terkadang memberikan manfaat dan rezeki yang tidak terduga untuk beberapa orang. Namun, ada juga yang malah membuat satu dua orang buta terhadap banyak hal selain itu. Mereka lupa ada dunia luar, ada kehidupan yang lebih harus didahulukan.

Tetapi, sebagai peteran yang kini sudah memutuskan menghentikan segala aktifitas nge-k-pop. Gue tidak akan pernah melarang sodara gue melakukan hal yang sama. Gue enggak akan mau melarang sodara gue yang sedang dalam masa menyukai kpop. Itu hak mereka. Dan gue tahu persis bagaimana gak enaknya disuruh berhenti menyukai hal yang kita cintai lebih dari apapun tersebut. Gue akan membiarkan mereka menikmati masa remaja, dengan hal yang menyenangkan menurut mereka, selama enggak menjadi penulis ff yadong, gue bakal biarin mereka menyukai kpop. Selama enggak buang-buang duit buat beli album dan konser, gue izinin mereka.

Kenapa demikian? Bukannya gue udah tahu persis dampak k-pop terhadap kehidupan remaja? Pemborosan, buang-buang waktu, belajar fanwar dan cyber bullying, dan masih banyak lagi (Ini sisi buruknya aja, karena sejuta kebaikan juga terdapat dalam dunia perkpopan) Tetapi masih mengizinkan orang terdekat terjun dalam dunia tersebut? Aneh?

Bukan aneh.

Gue hanya memberikan kebebasan berekspresi seperti yang gue bahas di atas. Boleh jadi memang sodara gue bakal mendapatkan passionnya dari kpop. Entah menggambar muka biasnya, atau menulis imajinasinya tentang si oppa. Terserah, yang penting kreatif.

Gue membiarkan semua itu terjadi karena, diri ini yakin. Semua kpopers akan pensiun pada waktunya. Kpop itu seperti cinta pertama yang menggebu, menggetarkan hasrat, memberikan ambisi mendalam, tetapi meski demikian, siapapun pasti akan punya masa dimana kehilangan kobaran rasa terhadap cinta pertama. Sebesar apapun cinta seseorang untuk cinta pertamanya. Lambat laun akan kandas juga.

Ketika pelakunya perlahan mulai menua. Realita kehidupan akan merenggut kesibukan berhalu ria. Mereka takkan bisa menepis fakta tersebut. Sudah hukum alam. Sibuk bekerja, tuntutan rumah tangga, akan menghapus segala ketidakdewasaan bersama dengan masa remaja yang diisi oleh kpop dan segala antek-antek didalamnya.

Itu termasuk alasan mengapa lambat laun gue mulai kehilangan hasrat di dunia kpop. Gue harus kuliah, bikin skripsi, dan ngurusin rumah warisan orang tua.

Alasan kedua. Mungkin karena semakin tua. Selera hidup seseorang akan berubah seiring berjalannya waktu. Lu bakal tetiba suka kopi, tapi lebih suka makanan rumah. Drakor jadi lebih suka slice of life dan politik. Film jadi lebih  suka sejarah dan dokumenter. Serta selera musik yang tetiba jadi lebih suka folk atau hiphop.

Semua akan berubah pada waktunya. Meski sedikit sedih karena akhirnya kehilangan masa muda yang menyenangkan. Gue pada kenyataannya harus mengakui bahwa kalimat tersebut dirasa lebih cocok dengan kondisi gue sekarang. hehe  

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film The Villagers (2019) ; Misteri Skandal Besar di Kota Kecil

Review Film 7 Alasan Mengapa The Handmaiden (2018) Begitu Memesona