Ingat ! Bukan Cuma Kamu Yang Nonton Film di Bioskop













                  Memasuki semester akhir, saya dan teman-teman kampus lainnya sibuk mengurusi tugas-tugas akhir. Ada yang bolak-balik untuk pengajuan judul penelitian, pun masih banyak juga yang masih bekutat dengan kemelut revisian laporan Jobtraining beserta sidang dan antek-antek keribetan lainnya.

                Saya menghela napas dalam. Selain panjang, rupanya perjuangan demi meraih gelar sarjana ini juga sangat terjal nan berliku. Semua kesulitan ini terkadang membuat saya selalu tergoda untuk  berhenti ditengah jalan saja.  Menikahi lelaki shaleh, dan menjadi Istri shalehah yang mengurusi rumah tangga. Hidup bahagia selamanya... Tetapi, hal tersebut jelas tidak mungkin saya lakukan. Gila rasanya bila harus menyerah tepat di setengah perjalanan.

Maka tatkala perasaan itu datang. Saya biasanya lebih memilih buat melarikan diri sejenak dari rutinitas meremas otak dan tenaga tersebut. Yah, bolehlah sekali-kali menenangkan diri dari segala tuntutan yang ada. Iyakan?  

                Menonton film bersama teman adalah hiburan paling menyenangkan. Walau tidak sering, namun sekalinya mendapatkan momentum tersebut. Hati ini berdegup kencang saat menunggu antrean masuk studio. Wah, harapan besar mulai menggantung di langit-langit imaji saya. Semoga filmnya bagus. Pinta saya dalam hati. Maklum, kantong mahasiswa tidak selalu tebal. Jika begitu, sial sekali kan kalau saya sudah repot mengajak teman dan menyisihkan uang jajan, eh endingnya ternyata saya malah dapat film zonk.

                Untungnya, saya selalu beruntung karena film yang saya tonton di Bioskop kebanyakan memang bagus. Sesuai dengan yang saya harapkan sejak menjejak lantai bioskop berlapis karpet super tebal- yang kalau duduk diatasnya lumayan bikin ngantuk saking empuk dan nyaman-  menuju detik-detik pemutaran film .

 Film-filmnya keren sekali sampai saya berniat untuk menontonnya lebih dari satu kali. Namun sayang, tidak dengan pengalaman menonton yang saya peroleh, semua selalu tidak pernah keren.
Sensasi menonton film terganggu oleh hal-hal yang kata pelakunya sih, biasa saja. Padahal bagi saya pribadi, terasa begitu fatal sebab berdampak buruk pada mood dan perasaan saat tengah menyimak film.
                Sebagai contoh.
                Pekan lalu, saya menonton film Perempuan Tanah Jahanam di salah satu XXI pusat hiburan Garut. Filmnya belum mulai, lho. Bayangkan, bahkan sebelum layar memutar film secara resmi saja. Dua remaja disamping saya sudah terdengar  berghibah tentang betapa tidak sabarnya mereka menyaksikan film tersebut.

                Aduh dek, saya juga demikian kok. Bahkan jauh sekali sebelum GUNDALA (2019) rilis, saya sudah kadung penasaran dengan karya bergenre horror milik Joko Anwar ini. Tapi saya diam saja, berusaha menahan diri dari euforia berlebih tentang akan sebagus apa film ini nantinya.

 Pertama, karena saya malu kalau kemudian orang-orang mulai menatap saya berjamaah karena merasa terganggu oleh suara bisik-bisik saya kepada rekan nonton disebelah. Persis seperti saya menatap kalian bak ingin melahap hidup-hidup saat itu juga.

                Belum cukup sampai disitu. Mereka malah berubah menjadi komentator ala emak-emak yang sedang menyaksikan sinetron. Kalau tidak mengomentari adegan menegangkan, keduanya pasti membahas bagian dimana  betapa bodohnya sang karakter utama yang memutuskan untuk jujur ‘ telah membunuh suami’ karakter lain disaat sedang genting-gentingnya dikejar warga.

                Dua remaja disebelah saya, sibuk sekali menyumpah serapah pada karakter Maya yang diperankan Tara Basro itu,  “ Dasar bodoh, padahal diem aja dulu, jangan dibilangin sebelum berhasil selamat pergi dari kampung itu, be** emang tuh cewek” Begitu kiranya kalimat kasar  yang diperuntukan kepada karakter maya dan berhasil indera pendengaran saya rekam.

Yang secara kontan membuat saya harus berseru dalam hati, “ Mau sekeras apapun kalian berkomentar, Tara Basro gak akan denger ! Ceritanya gak akan berubah ! Jadi diamlah wahai insan muda yang menyebalkan  !”

Tetapi saya berusaha sabar saja. Toh ada pepatah yang mengatakan bahwa, orang sabar itu  disayang Tuhan. Katanya.

Memasuki paruh terakhir film. Akhirnya saya menyerah. Mood saya resmi hancur. Bagaimana tidak, seorang pemuda di depan kursi saya tidak pernah melepaskan pandangannya dari ponsel pintar dengan kecerahan layar maksimal. Aduh, cahayanya sangat menyilaukan mata. Bak kemunculan Captain Marvel ditengah gelap gulita belahan planet lain saat hendak menyelamatkan Iron Man yang terdampar (Avengers ; Endgame )

 Silau banget woy !

Saya paling tidak habis pikir pada orang-orang semacam ini. Logikanya sederhananya, menonton film di Bioskop membuat kita harus rela mengorbankan waktu, tenaga, dan uang. Tapi kenapa orang-orang seperti mereka malah sibuk membuka notifikasi tidak penting yang masuk ke ponsel masing-masing ditengah durasi film yang masih berjalan?

Saya sampai penasaran sepopuler apa sih mereka di laman media sosialnya, hingga membuat waktu satu jam setengah tanpa menatap layar ponsel saja menjadi terasa sangat berat untuk dilakukan?

MAS, BANG, BRO ! Entah apa... yang merasukimu? Hingga cahaya ponselmu menyedot semua kegelapan dalam studio !  Kerasa enggak?

                Kalau satu kali sih tidak apa-apa, tapi jika hal tersebut dilakukan berulang kali dengan sang pelaku yang merasa tak bersalah sedikitpun. Rasanya sudah lebih dari cukup menguji keteguhan iman dan hati orang yang duduk diatasnya.

 Sampai pada pengulangan kesekian kalinya, seorang mas-mas yang baik hati akhirnya berhasil mewakili perasaan saya. Mungkin dirinya juga sama terganggu oleh cahaya silau itu. Dengan begitu heroik, mas-mas tersebut berdeham dengan nada seperti Bro tolong dong matiin hapenya.
Wah, tiba-tiba saya jadi ingat jargon milik Om Gundala nih. “ Negeri ini butuh patriot”
Terimakasih banyak mas, sudah menjadi patriot untuk durasi terakhir film yang saya tonton. Bagian klimaks yang harus saya simak dengan khusyuk.

Oh Iya, saya masih memiliki satu pengalaman kurang menyenangkan selama punya kebiasaan baru menonton film secara legal di Bioskop. Saya akhirnya paham mengapa pihak Bioskop tidak mengizinkan pengunjung membawa makanan selain dari kantin mereka.

Alasannya, tidak lain karena makanan yang bukan berasal dari kantin Bioskop. Rupanya tidak cukup praktis untuk dinikmati tanpa menghasilkan suara gemerisik yang lumayan mengganggu.

Masih dalam momentum menegangkan film Perempuan Tanah Jahanam, saya mulai merasa mengigil saking ngerinya adegan gore dalam film tersebut. Apalagi pada bagian dialog...

“ Kamu, adalah kesalahan yang harus saya ha-phus !” Seru nyi misti kepada Karakter Maya.

Nahasnya, adegan tersebut malah gagal seram berhubung cukup jauh dibelakang tempat duduk saya. Suara seseorang yang tengah berusaha membuka kemasan sebuah produk camilan sungguh memekakan telinga. Saya sampai menengok dibuatnya saat menyadari kalau durasi membuka kemasan itu terasa begitu lama. Mungkin lebih dari tujuh detik. Ya ampun, memang sesulit apa sih membuka kemasan jajanan tersebut? Nyinyir saya dalam hati.

“ Kamu adalah kesalahan yang harus....”
Kresek..kresek...kresek...
Aduh !


Ngomong-ngomong, saya sebenarnya sempat memosting keluh kesah saya tentang pengalaman menonton yang baru saja saya alami ini di media sosial. Namun seorang netizen malah membalasnya dengan komentar yang cukup pedas. Membuat saya sedikit setuju, namun sisanya lebih cenderung emosi dan berusaha mengingatkan secara baik-baik.

“ Jangan baperan makanya jadi orang, memang Cuma kamu saja yang nonton di Bioskop? Kalau mau tenang dan nyaman, ya nontonnya streaming saja di rumah.” Tulis seorang warganet.
Wahai netizen. Anda sepenuhnya benar tentang hal tersebut. Saya tidak pernah bilang kalau semua studio XXI ini milik saya hingga bila ada yang perprilaku tak menyanangkan, layak saya nyinyiri di media sosial.

 Tapi, tolonglah. Kita kan sama-sama bayar tiket, bayar parkir, dan menunggui tayangan iklan komersial selama lima belas menit. Lantas kenapa hanya saya saja yang mendapatkan pengalaman tidak mengenakan seperti ini?

Nonton hanya sebulan sekali  juga saya ini merupakan konsumen pebisnis film.  Yang punya Bioskop sudah mengizinkan saya masuk untuk menonton. Tapi apa salah dan dosa saya sehingga harus mengalami momentum tidak nyaman sebagai akibat kurangnya kepedulian mereka yang mengindahkan kaidah menonton di Bioskop secara sopan dan santun?

                Begini saja. Ibaratnya, kalau kamu merasa tidak nyaman menonton karena sikap serampangan orang lain kepadamu. Maka jangan melakukan hal yang sama. Ingat betapa kesalnya kamu bila mengalami pengalaman menonton yang malah membuat mood menontonmu rusak. Ingat, bukan Cuma kamu yang nonton film di Bioskop.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film The Gangster, The Cop, The Devil (2019) ; Adaptasi Kisah Nyata Terbaik

Review Film Tall Girl ; Pesona Terpendam Si Gadis Tinggi

Review Film METAMORPHOSIS (2019) ; Tipu Muslihat Lelembut Khas Korea