Review Film NKCTHI (2019) ; Visual Mantul, Cerita Serba Canggung
Sutradara :
Angga Dwimas Sasongko
Penulis Naskah :
Jenny Yusuf, Melarissa Sjarief, Angga Dwimas Sasongko.
Pemeran :
Rachel Amanda Sebagai Awan
Rio Dewanto Sebagai Angkasa
Sheila Dara Aisha Sebagai
Aurora
Donnny Damara Sebagai
Narendra ( Ayah Masa Tua )
Susan Bachtiar Sebagai
Ajeng ( Ibu Masa Tua)
Oka Antara Sebagai Narendra
( Ayah Masa Muda)
Niken Anjani Sebagai Ajeng
( Ibu masa Muda )
Ardhito Pramono Sebagai
Kale
Distributor :
Vicinema Pictures
Durasi :
121 Menit
Tentang :
Film yang diadaptasi dari buku kutipan motivasi tentang
kehidupan dan penerimaan rasa sakit karya Marcella Fp ini, akan dipaparkan
dalam bentuk Audio Visual dengan memasukannya kedalam beberapa karakter dalam
sebuah keluarga yang utuh.
Terdiri dari Ayah yang hobi mengatur kehidupan anak=anaknya, yang
ngikut apapun kata suaminya, Angkasa si ksatria bagi adik-adiknya, Aurora si
tengah yang lebih banyak diem, dan si bonton Awan yang enggak tahu gimana
caranya nyebrang dengan selamat tanpa ketabrak motor.
Mereka yang sejak awal menjalani kehidupan sehari-hari dengan
penuh tekanan serta tanpa penghargaan, mulai menemukan titik paling suram dalam
sejarah kehidupan mereka. Suatu hari, sebuah fakta terungkap. Membuat bathin
dari masing-masing anggota menjadi oleng.
Akankah keluarga ini mengatasi segala kekecewaan dan rasa sakit
yang bersumber dari sang Ayah? Tentang segala kebohongan yang dia cekoki seumur
hidup ketiga anaknya?
Review :
Kalau di genre horror, kita sudah dibuat puas dengan kehadiran
beberapa judul dengan kualitas menyentuh sempurna. Bahkan tempo hari, genre
komedi romantis juga sudah mulai ada yang mewakili kata sempurna itu sendiri.
Nah, bagaimana dengan genre drama keluarga?
Mungkin Vicinema Pictures merupakan satu-satunya perusahaan yang
selalu berhasil menelurkan judul dengan genre drama keluarga yang berkualitas.
Sebut saja Keluarga Cemara, Love For Sale 1 & 2 , dan terakhir NANTI KITA
CERITA TENTANG HARI INI yang baru saja gue saksikan hari kemarin.
Untuk NKCTHI sendiri adalah film pertama Indonesia yang meraih
angka satu juta penonton di tahun 2020 ini. Widih, sebuah kebanggaan bukan.
Akhirnya Masyarakat Indonesia mulai membuka hati untuk tidak hanya
berbondong-bondong menyaksikan horror picisan atau film hype saja.
Ngomongin NKCTHI sebenernya bakal habis bahkan bila gue menulis
dua paragraf saja. Karena pada dasarnya kisah dalam film ini cukup sederhana
dan tak banyak yang bisa dibahas.
Tapi mari deh, gue bahas dulu apa saja yang bagus dari film ini
hingga kemudian gue berani merekomendasikannya sama kamu. Begini :
Jujur sepanjang pengalaman gue menonton Film Indonesia, NKCTHI gue nobatkan sebagai film Indonesia
dengan visual paling ciamik. Film Indonesia paling cantik yang pernah
gue nikmati.
Gue betah banget nonton film itu karena sepanjang durasi, selalu
aja adegan dan gambar yang bikin bulu kuduk berdiri saking indah dan kerennya.
Pada bagian ini, gue enggak bohong. Teknik pengambilan gambar yang umum dipakai
oleh sineas Luar negeri, tapi jarang sekali ditampilkan dalam film lokal.
Kerja sama yang dibangun oleh Sutradara dan Departemen
sinematografi ( Yadi Sugandi) berhasil menciptakan sebuah film yang – tanpa skenario
bagus- sekalipun gue pikir masih akan punya daya tarik kuat.
Penampilan aktor. Sebenarnya, setiap karakter diberikan
porsi yang sama dalam hal kemunculan atau pengadeganan. Tetapi yang jadi
pembeda adalah, bagaimana si aktor membuat adegan tersebut menjadi lebih hidup
dan terasa berkesan dalam hati penonton.
Misalnya, meski porsi kemunculan Rio Dewanto sebagai anak sulung
tonggak cerita lebih banyak. Tapi dia terasa lebih redup dibanding karakter
Kale yang muncul hanya beberapa kesempatan saja. Bukan karena akting Bang Rio
jelek. Tapi mungkin, gue merasa dia kurang berhasil melepaskan dirinya sebagai
Karakter Angkasa seutuhnya. Walau, untuk adegan berantem di Mobil sama
Tunangannya patut gue apresiasi sih, kapan lagi kan liat Rio Dewanto nangis
kayak begitu.
Rachel Amanda yang menjadi pusat sirkulasi konflik juga
sebenarnya sudah menjadi Awan seutuhnya. Dia nampak natural sekali memerankan
karakter Awan –yang enggak bisa nyebrang- dengan segala kepolosan serta emosi
meluap itu. Ada satu dua adegan yang bikin dia terlihat menggemaskan.
Sheila dengan karakternya yang dingin dan enggak banyak ikut
serta dalam perdebatan bikin dia jadi kayak antara ada dan tiada gitu deh
rasanya. Kadang dia menonjol dengan segala kronik anak tengahnya itu, tapi
dilain waktu dia jadi terasa seperti karakter pembantu alih-alih karakter
utama.
Mungkin, aktor dalam masa lalu keluarga inilah yang paling
berhasil menarik perhatian gue secara penuh. Angkasa pas SMP yang paling
menonjol, tau enggak gegara dia segukan karena dimarahin Ayah di depan pintu
UGD bikin gue juga ikut nangis segukan. Pun demikian dengan Aurora pas SD. Aktis
muda itu berhasil menyampaikan keresahan karakter Aurora dengan maksimal. Cara
dia nangis pas sama-sama dimarahin bareng Angkasa juga bikin ambyar banget.
Adegan ketika dia berusaha menjadi atlet renang yang penuh cobaan. Aduh !
Karakter Ajeng dan Narendra juga gue pikir lebih hidup ketika
dikisahkan saat masih muda saja sih ya, Oka dan Niken sukses membangun kemistri
sebagai pasangan.
Sementara untuk versi tuanya, mungkin pasangan yang sudah
melewakan biduk rumah tangga sekian puluh tahun memang begitu atau gimana ya
gue enggak ngerti deh, rasanya seperti dua orang asing tanpa kemistri yang
dipaksa hidup satu atap. Atau, ini merujuk lebih ke karakter Ajeng yang
dikisahkan sudah lama layu.
Untuk masalah ceritanya sendiri, sayang sekali. Tidak lebih
kompleks dari Keluarga Cemara beberapa tahun lalu. Gue merasa ceritanya sangat
serba canggung, puncak konflik yang tumpah ruah itu seharusnya dramatis tetapi
malah kurang karena mungkin setengah-setengah. Dialog yang agak kurang cocok digunakan
untuk anggota keluarga, kalau mau Ayah, ya ayah saja. Enggak usah “ Saya”
segala, memang lagi diskusi sama Dosen apa? Hihihihi Rio Dewanto dalam aksinya
sebagai sumbu yang terpercik api dalam puncak konfik ini juga tidak mampu
mengerahkan segala emosi dan amarahnya. Atau penulis skenario ya yang bikin
semuanya jadi canggung? Kenapa enggak sekalian saja bikin anak bujang dan
bapaknya itu berantem fisik dalam arti yang sesungguhnya. Kayak nonjok kek,
atau gimana gitu. Inimah malah gitu-gitu doang. Hehe
Flash Back random yang merahasiakan masalah utama juga terasa
cukup menganggu. Walau emang bener sih, kalau enggak digituin caranya. Film ini
bakal selesai bahkan hanya dalam hitungan sepuluh menit saja jika menilik
betapa ringannya cerita.
Tapi overall, NKCTHI merupakan sebuah pembuka 2020 yang
menyenangkan. Kamu bakal menemukan pengalaman seru lewat visual, scoring musik,
ost, dan parade adegan penguras air mata.
4,5 / 5 Bintang.
Komentar
Posting Komentar